Eksklusif Tempo dari Kampung Rohingya: Lolos dari Mati

Reporter

Senin, 8 Juni 2015 12:23 WIB

Pengungsi Rohingya dibawa dengan truk ke kamp pengungsian Mee Tike, dekat perbatasan Myanmar - Bangladesh, 4 Juni 2015 dari tempat penampungan di dermaga Kanyin Chaung, Myanmar. REUTERS/Soe Zeya Tun

TEMPO.CO, Sittwe - Panas matahari menyengat di kawasan muslim Rohingya dan Kaman di pinggiran Sittwe, ibu kota Negara Bagian Rakhine, Myanmar, Jumat dua pekan lalu. Jam menunjukkan pukul 10.30.

Seorang pria bersarung menyalami kami yang tengah mengobrol di halaman rumah panggung M. Rofiq di Latoma Roa, kawasan Rohingya. “Saya ayah Zaidul Haq,” kata Abdul Syukur, yang tinggal di salah satu kamp pengungsi Ohn Taw Gyi. “Baru Rabu lalu kami berbicara,” ujar pria 50 tahun ini. (Baca juga: Sampai Kapan Pengungsi Rohingya Tinggal di Indonesia?)

Pada pukul 18.00, ada missed call di telepon seluler Abdul Syukur. Begitu tahu, dia segera menuju kafe Internet di Thae Chaung. “Kami bicara lewat Skype. “Hal pertama yang dikisahkan anaknya, “Papa, saya baru saja lolos dari kematian. Tidak ada baju yang melekat di badan saya. Orang-orang menyelamatkan saya, juga membantu saya.” Dia gembira anak-anaknya selamat, meski terdampar di Indonesia, bukan Malaysia.

Zaidul Haq yang disebut Abdul Syukur adalah anaknya yang kini berada di kamp penampungan Kuala Langsa, Aceh Timur. Zaidul, 25 tahun, dan adiknya, Manu, 18 tahun, berniat ke Malaysia. Setelah berbulan-bulan mengapung di Teluk Benggala dan Laut Andaman, keduanya terdampar di Aceh. (Lihat foto: Etnis Rohingya di Kamp Pengungsian Myanmar)

Saat Abdul Syukur berbicara, seorang bocah perempuan berbaju kembang-kembang ungu datang. “Ini anak sulung Zaidul, Nur Habibi,” Abdul Syukur memperkenalkan bocah 7 tahun itu. Begitu ditunjukkan foto ayahnya dari telepon seluler, Nur Habibi mengusap air mata, menangis. Tak ada kata-kata dari mulutnya. Rangkulan justru membuatnya lebih sesenggukan.

Tak lama, istri Zaidul, Mominah Begam, 23 tahun, dan dua anak lainnya, yakni Ronjambibi, 5 tahun, dan Ainamul Haq, 1 tahun 8 bulan, menyusul datang. “Saya belum pernah berbicara dengannya,” ujar Mominah. Menurut dia, juga Abdul Syukur, Zaidul mengatakan tak tahan lagi tinggal di Rakhine. “Tidak ada kerja, susah,” ucapnya.

Warga lain mulai berdatangan. Mereka ingin mengecek keluarga mereka lewat foto di telepon seluler Tempo. Belakangan ikut nimbrung, Hashina. “Anak laki-laki saya belum ketahuan di mana,” kata janda 35 tahun ini. Dia menyebut nama anaknya: Jakar Husain, yang juga dikenal sebagai Jangkir Husain.

Kebanyakan keluarga yang ditemui Tempo di halaman rumah Rofiq menyatakan alasan serupa mengapa mereka menempuh bahaya di lautan. “Kami di sini tidak bisa apa-apa. Seperti penjara. Tidak ada masa depan.”

PURWANI DIYAH PRABANDARI (SITTWE, MYANMAR)

Berita terkait

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

2 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

4 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

4 hari lalu

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

7 hari lalu

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

7 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

8 hari lalu

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

Pertempuran berkobar di perbatasan timur Myanmar dengan Thailand memaksa sekitar 200 warga sipil melarikan diri.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

10 hari lalu

Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

Top 3 dunia adalah Iran siap menghadapi serangan Israel, sejarah kudeta di Myanmar hingga Netanyahu mengancam.

Baca Selengkapnya

Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

11 hari lalu

Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

Myanmar, yang dulunya dikenal sebagai Burma itu telah lama dianggap sebagai negara paria ketika berada di bawah kekuasaan junta militer yang menindas.

Baca Selengkapnya

Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

16 hari lalu

Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

Menlu Thailand Parnpree Bahiddha-Nukara tiba di perbatasan dengan Myanmar untuk meninjau penanganan orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

16 hari lalu

Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

Thailand membuka menyatakan bisa menampung maksimal 100.000 orang warga Myanmar yang mengungsi.

Baca Selengkapnya