Warga Belgia Antusias Hadiri Pameran Fotografi Exile 1965
Editor
Maria Rita Hasugian
Minggu, 10 Mei 2015 07:58 WIB
TEMPO.CO, Brussel -Pameran dokumenter fotografi orang-orang yang tinggal di pengasingan akibat peristiwa 1965( exile) berlangsung dari tanggal 10 April - 12 Mei 2015 di Pusat budaya Strombeek, Belgia. Karya-karya fotografi Elisabeth Ida Mulyani yang dipamerkan di Pusat Budaya Strombeek menarik perhatian warga Belgia.
Seorang pengunjung menuturkan ia tertarik dengan pameran yang bercerita tentang kehidupan exiles. Selama ini hanya tahu tentang Indonesia dari temannya warga Indonesia. Sehingga begitu ada pameran yg berbau Indonesia, maka ia menyempatkan diri datang dan melihat pameran fotografi ini. Hanya saja, menurut dia, seharusnya lebih banyak lagi foto-foto yang dapat dipajang di pameran ini karena masih banyak ruang kosong. "Sehingga saya tidak mendapat cerita yang lengkap tentang kisah exile ini," kata warga Belgia yang enggan menyebutkan identitasnya kepada Tempo, 9 Mei 2015.
Derek Bacon, pengunjung pameran lainnya, mengaku merasa sangat tersentuh dengan kisah exile yang ditontonnya secara audio visual. Curahan hati para exile, menurutnya sangat lugas, apa adanya dan terpancar emosi yang dalam. "Emosi saya campur aduk, saat menonton tayangan ini," kata Derek.
Derek yang berasal dari Inggris pernah tinggal di Indonesia selama 6 tahun dan mengajar bahasa Inggris di Jakarta. Menurutnya, penyelenggara pameran Elisabeth Ida mampu menggali dan menyajikan tayangan yang apa adanya dan rinci.
Menurut kurator, LiezeEneman, tidak banyak seniman muda yg berani mengangkat isu sensitif seperti ini. Elisabeth Ida adalah seniman muda yang berani mengungkap fakta secara apa adanya dan sangat menggugah perasaan.
Lieze sendiri merasa lebih mendapat informasi yg lengkap dan benar-benar keluar dari hati para korban politik di zaman tahun 1965. "Sebelumnya saya hanya membaca dan dapat cerita dari mulut ke mulut. Namun dengan melihat karya Ida, saya jadi semakin paham dan mengerti kondisi para korban," ujar LiezeEneman.
Mengenai ruang kosong, Elisabeth Ida menuturkan, kekosongan di dinding ditujukan untuk memberikan ruang beristirahat bagi pengunjung dan memberikan kesempatan kepada pegunjung untuk lebih fokus dengan objek foto di ruangan itu.
Pameran foto para exile diadakan di ruang berukuran 15 x 7 meter persegi. Berdasarkan pengamatan Tempo, tak tampak seperti sedang ada pmeran foto. Suasananya tampak tenang dan hening.
Di dinding sebelah kiri dari ruang pameran ada tulisan yg berisi cuplikan dari wawancara seorang exile bernama Darmadji. " Jadi kalau kangen Indonesia, cuma bisa ke Singapura dan melihat Indonesia dari jauh". Begitu cupilkan wawancara dengan Darmadji dalam bahasa Belanda.
Di ruang dalam ada enam foto berukuran 19x24 cm. Di dinding bagian kiri hanya ada satu foto Kuslan Budiman berukuran 50x40cm dan terlihat ada 2 televisi berukuran 25 inch yang diletakkan sejajar disisi kiri dan kanan ruangan.
Video ini berisi kisah perjalanan hidup mereka dalam pembuangan di luar negeri. Ada 5 narasumber yg mengungkapkan perasaan marah, kecewa,sedih namun tetap penuh semangat dan cinta Tanah Air.
Di dinding bagian kanan pojok agak ke dalam ada 3 pigura foto ibu-ibu dengan kebaya berukuran 30x30cm. Itu adalah foto mantan tahanan politik perempuan. Pada dinding pojok bagian depan yang menghdap ke dalam ruang pameran tergantung foto foto lumayan besar, 120 x 90 cm. Itu adalah foto yg dimontage (diedit) dan dikombinasikan dengan ilustrasi gambar.Tema foto itu tentang Indonesia dan protes PKI. Nah cuma itu saja.
YUKE MAYARATIH (Belgia)