Letnan Kolonel Yacouba Isaac Zida, ditunjuk sebagai presiden Burkina Faso, usai pengunduran diri presiden Blaise Compaore. REUTERS/Joe Penney
TEMPO.CO, Burkina Faso - Setelah penggulingan kekuasaan Presiden Burkina Faso Blaise Compaore, tampuk kepemimpinan negara itu dipegang oleh militer. Pimpinan sementara dipegang oleh Letnan Kolonel Isaac Zida yang bersumpah akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan selanjutnya.
Mengetahui sumpah itu, Uni Afrika memberikan waktu dua minggu kepada militer Burkina Faso untuk mundur dan kembali ke Afrika Barat untuk menjalani kehidupan sebagaimana warga sipil. Uni Afrika akan memberikan sanksi jika kelompok militer tersebut tidak mematuhi permintaan tersebut.
Kepala Angkatan Udara Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika Simeon Oyono Esono mengatakan peristiwa kudeta Burkina Faso merupakan hal yang berlawanan dengan demokrasi. Meski demikian, Uni Afrika meyakini bahwa tekanan masyarakatlah yang membuat Presiden Blaise Compaore bisa digulingkan.
"Kekacauan ini yang menjadi celah angkatan bersenjata untuk mengambil alih," kata Simeon, seperti dilansir Al Jazeera, Senin, 3 November 2014. Blaise Compaore dipaksa turun setelah 27 tahun menduduki kursi presiden.
Meskipun kondisi di Burkina Faso relatif aman, sejumlah protes masih mewarnai sudut kota. Dalam protes itu, warga menolak kepemimpinan militer. Masyarakat mendesak agar pemilihan umum presiden segera dilakukan.
Juru bicara partai oposisi Presiden Blaise Compaore, Jean-Hubert Bazie, mengatakan jatuhnya Compaore dan pergantian tampuk kepemimpinan murni milik rakyat. "Jangan sampai diambil alih oleh militer," katanya.