Promise (16), Emmanuel Junior (11) dan Benson (15) duduk didepan rumahnya di St. Paul Bridge, Monrovia, Liberia 28 September 2014. Anak-anak ini menjadi yatim piatu setelah ibunya meninggal bulan Juli dan ayahnya pada bulan Agustus karena virus ebola. AP/Jerome Delay
TEMPO.CO,Monrovia - Liberia merupakan salah satu negara di Afrika Barat yang mengalami dampak terparah akibat ebola. Saking parahnya, Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf khawatir wabah ini akan memusnahkan "generasi muda" di Afrika Barat. Sirleaf mendesak masyarakat dunia agar memberikan bantuan yang lebih besar, baik dana maupun staf medis dan obat-obatan, untuk melawan ebola.
"Memberantas ebola adalah tugas kita semua. Kita tidak boleh meninggalkan jutaan warga Afrika Barat melawan ebola sendirian," kata Sirleaf dalam surat terbuka kepada BBC News Service, seperti dilaporkan Reuters, Ahad, 19 Oktober 2014. (Baca: Ke Liberia, Jurnalis AS Ini Terjangkit Ebola)
Sirleaf memperkirakan peringatan yang tidak serius dan tidak konsisten membuat wabah ini mudah menyebar sejak ditemukan di hutan di Guinea selatan pada Maret lalu. Akibatnya, ebola telah menginfeksi hampir 10.000 orang dan menewaskan setidaknya 4.500 ribu di antaranya dalam waktu tujuh bulan.
Selain menewaskan banyak sumber daya manusia, ebola juga menyerang bidang ekonomi negara-negara Afrika Barat dalam berbagai bidang. "Kami kehilangan banyak panen, pasar-pasar lumpuh, dan ekonomi tidak bergerak," kata Sirleaf yang juga merupakan mantan eksekutif senior Bank Dunia.
Sementara itu, wabah ebola juga mulai menyebar di negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun, karena penanganan yang tepat, pasien asal Spanyol dan Amerika Serikat berhasil disembuhkan. (Baca: Suster Spanyol Sembuh dari Ebola)