Petugas kesehatan menangkap seorang pria pengidap virus ebola yang melarikan diri dari karantina di rumah sakit Monrovia Elwa hospital (1/9). Pasein yang menggunakan tanda nama karena telah diuji dan terjangkit ebola melarikan diri dari rumah sakit. REUTERS/Reuters TV
TEMPO.CO, Taipei - Seorang wanita Nigeria langsung dikirim ke Rumah Sakit Umum Taoyuan, Taiwan, setelah tiba di negara itu pada Kamis, 9 Oktober 2014, sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Wanita itu akan terus dikarantina hingga hasil tes benar-benar menunjukkan bahwa ia tidak tertular virus ebola. (Baca: Mahasiswa di Malaysia Diduga Terinfeksi Ebola)
Mengutip laporan Channel News Asia, Jumat, 10 Oktober 2014, wanita 45 tahun ini memiliki riwayat penyakit malaria. Namun, karena seringkali diagnosis ebola disebut malaria, pejabat kesehatan Taiwan tidak mau mengambil risiko tersebut sehingga memutuskan untuk mengkarantinanya.
Kepala Unit Gawat Darurat (UGD) RSU Taoyuan, Hsu Kuo Fang, menyatakan saat ini sampel darah, urine, dan cairan tubuh pasien telah diambil dan diperiksa. Namun hasilnya belum bisa ditentukan.
Kasus ebola telah meningkat secara signifikan dalam sepekan terakhir. Pada pekan lalu, seorang warga Dallas dinyatakan positif ebola setelah melakukan perjalanan ke Liberia. Ia tidak mampu bertahan dan dinyatakan meninggal pada Rabu, 8 Oktober 2014. (Baca: Pasien Ebola Pertama di AS Meninggal)
Lalu, pada Senin, 6 Oktober 2014, seorang suster di Spanyol juga dinyatakan positif ebola setelah ia merawat dua pastor yang yang meninggal akibat ebola pada 25 September lalu. (Baca: Suster Spanyol Diduga Kuat Terinfeksi Ebola)
Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi atas kepatuhan dan peran aktif mitra Ditjen PKRL dalam penyelenggaraan KKPRL sekaligus sebagai wujud nyata dukungan terhadap keberlanjutan pemanfaatan ruang laut.