TEMPO.CO, Washington - Seorang pemilik restoran di Washington, DC, mengugat Google karena Google Maps menulis alamat dan review yang salah. Akibatnya, jumlah pengunjung mereka menurun drastis. Kondisi ini memaksa manajemen mengurangi banyak karyawannya, sebelum akhirnya berhenti beroperasi.
Restoran bernama Serbian Crown ini telah beroperasi selama 40 tahun, dimiliki dan dioperasikan oleh imigran Italia, Rene Bertagna. Restoran itu berada di pinggiran kawasan elite Virginia dan dikenal karena menyajikan daging yang eksotis, termasuk daging singa.
Namun mereka mengalami penurunan pelanggan sebanyak 75 persen sejak akhir pekan pada awal 2012. Bertagna terpaksa memberhentikan staf dan akhirnya menutup restoran pada April 2013. Ia menyadari listing Google Maps yang salah menyebutkan lokasi dan informasi jam operasi mereka sebagai penyebabnya.
"Seorang pelanggan menelepon saya dan berkata, 'Mengapa kamu tutup pada hari Sabtu, Ahad, dan Senin? Apa yang terjadi?'" katanya. Selain itu, ada penilaian seorang pembeli yang diunggah yang menyebut makanan di restoran itu "termahal yang pernah aku bayarkan."
Dalam listing Google Maps disebutkan Serbian Crown tutup selama akhir pekan dan Senin, hari tersibuk di restoran ini. Bertagna menyalahkan Google karena menyabotase mereka dari Google Places. Bertagna mengklaim selama ini ia tidak pernah menggunakan Internet atau Google Maps.
Dia akhirnya menyewa seorang konsultan internet dan mengubah tampilan mereka di Google Places. Namun langkah terlambat ini tidak cukup untuk menyelamatkan bisnisnya.
Ini bukan pertama kalinya Google Maps disabotase. Ribuan listing di Google Maps dan Google+ Hotel yang dibajak pada Januari mengubah daftar mereka untuk menunjuk ke situs yang bukan sebenarnya.
Siapa pun yang memiliki akun Google+ dapat mengajukan perubahan untuk setiap detail dari sebuah halaman lokal Google+, apakah terverifikasi atau tidak, termasuk alamat online dan offline, nomor telepon, atau nama tempat. Pengguna juga dapat menandai tempat sekaligus ulasan atau foto.
Namun banyak pakar hukum menyebut gugatan bakal kandas karena sifat crowdsource Google Maps, yang di bawah hukum AS memberikan kekebalan terhadap penyedia layanan Internet. Google menolak memberikan komentar.