TEMPO.CO, Pahang – Majelis Islam di Pahang, Malaysia (Majlis Ugama Islam dan Adat Resam Melayu Pahang/Muip), telah melangkahi yurisdiksi dengan melarang keberadaan materi keagamaan non-islami di semua hotel di negara bagian tersebut.
Dikutip Malaysian Insider, Jumat, 25 April 2014, pelarangan ini dilakukan karena penempatan materi non-islami di kamar hotel bisa dianggap sebagai tindakan menyebarkan keyakinan agama lain bagi penganut Islam.
Sebanyak 147 hotel telah menerima surat pelarangan ini pada 6 Maret lalu. Muip bahkan menetapkan denda sebesar 5.000 ringgit atau penjara selama dua tahun, bahkan bisa keduanya sekaligus.
Sontak saja hal ini mendapat kecaman dari berbagai pihak. Banyak yang menilai, jika Muip ingin menegakkan hukum agama, seharusnya mereka berfokus pada isu-isu yang lebih serius, seperti pemberantasan korupsi dan perjudian.
Anggota parlemen untuk Kuantan, Fuziah Salleh, menuturkan umat Islam tidak akan serentan itu terpengaruh oleh materi keagamaan lain. Ia malah menyalahkan Muip karena dianggap gagal menafsirkan pemahaman tentang agama Islam.
“Islam mengajarkan kita mengingatkan akan hal yang baik dan melarang hal yang jahat,” katanya. Fuziah menganggap pelarangan ini bukan cara mempromosikan nilai yang baik.
Tak hanya itu, Gerakan Hak Asasi Manusia (Proham) juga menganggap maklumat Muip telah melanggar hak asasi manusia dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Konstitusi Federal.
Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.