TEMPO.CO, Seoul - Perusahaan asuransi Korea Selatan menuntut tiga perusahaan rokok, yakni unit lokal Philip Morris, unit lokal Brithis American Tobacco, dan KT&G Group. Tuntutan ini berisi tentang kesanggupan ganti rugi biaya perawatan dan kesehatan masyarakat di negeri gingseng itu.
"Merokok adalah masalah serius yang mempengaruhi orang-orang, terutama kaum muda dan perempuan. Kami akan terus melanjutkan tuntutan ini dengan tekad yang kuat untuk masa depan bangsa dan keberlanjutan asuransi kesehatan kami," kata pihak National Health Insurance Service (NHIS) di Korea Selatan, seperti dilaporkan BBC News, Senin, 14 April 2014.
NHIS akan menuntut sekitar US$ 52 juta atau setara Rp 594 miliar untuk rusaknya kesehatan akibat konsumsi rokok di negara tersebut. Sebelumnya, perusahaan juga melaporkan harus menghabiskan lebih dari US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 18 triliun, per tahun untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan akibat merokok.
Gugatan NHIS ini dibuat beberapa hari setelah Mahkamah Agung Korea Selatan menyatakan kurangnya bukti bahwa merokok menyebabkan kanker patu-paru. Pengadilan tinggi di negara itu membatalkan gugatan yang diajukan kepada KT&G yang saat itu dipegang oleh pemerintah pada 1999.
Dalam gugatan itu, sebanyak 36 pasien kanker dan anggota keluarga pasien mengklaim bahwa KT&G menambahkan elemen baru untuk rokok produksi mereka. Mereka percaya bahwa elemen itu membuat risiko merokok semakin berbahaya dan menimbulkan kecanduan.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Korea Selatan telah menyusun peraturan anti-merokok yang baru pada 2012. Salah satu larangan yang tengah diperjuangkan adalah merokok di rumah makan mulai tahun depan.