TEMPO.CO, Brussels - Uni Eropa mencabut embargo senjata bagi para pemberontak di Suriah. Seluruh negara anggota Uni Eropa dipersilahkan mengirimkan senjata sendiri-sendiri.
Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan para menteri luar negeri anggota Uni Eropa di Brussels, Senin, 27 Mei 2013, sekaligus untuk menjembatani berbagai perbedaan pendapat dengan Inggris dan Prancis yang keukeuh ingin agar supaya pemerintahan negara-negara Eropa mengizinkan pengiriman senjata (untuk pemberontak).
Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, dalam keterangannya kepada pers mengatakan, setelah lebih dari 12 jam berdiskusi, pemerintahah Uni Eropa gagal mencapai kata sepakat meningkatkan embargo senjata. Namun demikian, jelasnya, keputusan di Brussels secara efektif telah mengakhiri embarago senjata bagi para pemberontak.
"Kami sepakat mengakhiri embargo senjata bagi oposisi di Suriah," kata Hague usai pembicaraan, seraya menambahkan bahwa Inggris belum memiliki rencana dalam waktu dekat mengirimkan senjata. Dalam sebuah pernyataan, Hague menerangkan, "Keputusan ini sangat diinginkan oleh Inggris meskipun sulit bagi sejumlah negara."
Hague melanjutkan, "Ini merupakan sinyal jelas bagi rezim Assad dari Eropa bahwa pemerintahannya harus melakukan perundingan secara serius. Semua opsi harus diletakkan di atas meja, jika dia menolak melakukanna maka malam ini Uni Eropa akan bergerak."
Mengenai keputusan pencabutan embargo senjata, Menteri Luar Negeri Austria Michael Spindelegger membenarkan bahwa Uni Eropa gagal mencapai kata sepakat mengenai embargo senjata. "Saya menyesal, setelah dilakukan pembicaraan panjang, tidak menemukan jalan guna berkompromi dengan Inggris dan Prancis," kata Spindelegger kepada wartawan.
Austria, Swedia, Finlandia, dan Republik Ceko tidak mendukung pengiriman senjata ke Suriah. Menurut mereka, pengiriman senjata akan menambah kekerasan di sana.