TEMPO.CO, Den Haag - Saleh Mohammed Jerbo Jamus, pemberontak Sudan yang dituduh melakukan kejahatan perang di Darfur oleh Pengadilan Pidana Internasional (ICC), terbunuh. Menurut tim pembelanya, ia tewas 19 April 2013 dalam pertempuran di Darfur Utara.
Dia dijadwalkan untuk diadili Mei 2014 atas serangan mematikan kepada pasukan penjaga perdamaian Afrika di Darfur pada tahun 2007. Wartawan BBC, Anna Holligan, di Den Haag mengatakan, ICC harus mendapatkan bukti kematian Jerbo sebelum pengadilan terhadapnya dihentikan.
Jerbo dan rekannya, pemimpin pemberontakan Darfur, Abdallah Banda Abakaer Nourain, menghadapi tiga dakwaan kejahatan perang berkaitan dengan pembunuhan 12 penjaga perdamaian Uni Afrika dalam serangan di kamp Haskanita pada September 2007.
Kedua pria, yang secara sukarela menyerahkan diri kepada ICC pada tahun 2010 untuk menghadapi dakwaan, bebas untuk meninggalkan Belanda dan akan menghadap pengadilan ketika dipanggil.
Jerbo adalah kepala staf kelompok pemberontak SLA-Unity pada saat serangan 2007, namun saat ini bergabung dengan Kelompok Gerakan Keadilan dan Kesetaraan.
Tim pembela mengatakan, ia meninggal di utara Darfur pada Jumat sore pekan lalu dan dimakamkan pada hari yang sama. "Jerbo tewas dalam serangan di lokasi itu oleh faksi pasukan bersenjata Gerakan Keadilan dan Kesetaraan yang dipimpin oleh Gibril Ibrahim," kata tim pembelanya.
Presiden Sudan, dua menteri, dan seorang pemimpin milisi pro-pemerintah juga didakwa oleh ICC atas kasus kejahatan Darfur ini, namun sampai sekarang masih bebas. Mereka menyangkal dakwaan ini dan mengatakan skala penderitaan di Darfur telah dibesar-besarkan karena alasan politik.
Konflik di negara itu dimulai 10 tahun lalu ketika pemberontak mulai menyerang target-target pemerintah. Mereka menuduh pemerintah di Khartoum menindas kulit hitam Afrika dan mendukung komunitas Arab.
Menurut perkiraan PBB, lebih dari 300 ribu orang tewas selama konflik ini. Pemerintah di Khartoum menyebutkan sekitar 12 ribu kematian dan sebanyak 1,4 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Meskipun kekerasan di Darfur telah menurun, masih ada bentrokan antara pasukan pemerintah, pemberontak, bandit, dan kelompok etnis yang saling bersaing.
BBC | ABDUL MANAN
Berita terkait
Putus Hubungan dengan Qatar, Kepentingan Yaman Diwakili Sudan
21 Juni 2017
Sudan sepakat menerima permintaah Yaman.
Baca SelengkapnyaAmnesty: Sudan Selatan Bakar 2.000 Rumah Penduduk
1 April 2017
PBB mengkategorikan pembakaran rumah penduduk sebagai genosida.
Baca SelengkapnyaTNI Gelar Festival Layang-layang di Sudan
27 Februari 2017
Festival tersebut bertujuan menghibur para pelaksana misi perdamaian di Sudan di sela kegiatan rutin.
Baca SelengkapnyaPenyelundupan Senjata di Sudan, Polisi RI Bakal Dipulangkan
21 Februari 2017
Wakil Menlu Abdurrahman Fachir memastikan polisi RI yang dituduh menyelundupkan senjata di Sudan akan dipulangkan.
Baca SelengkapnyaPerampokan Sapi, Ribuan Orang Tewas di Sudan Selatan
5 Februari 2017
Kekerasan melanda desa-desa, perempuan diculik dan dibunuh.
Baca SelengkapnyaKeamanan Terkendali, Sudah Selatan Tolak Pasukan PBB
13 Januari 2017
Menurut Menteri Pertahanan Kuol Manyang Juuk, Sudan Selatan memang sudah tak perlu lagi pasukan PBB untuk melindungi pasukan regi
Baca SelengkapnyaTanpa Dakwaan, Sudan Bebaskan 6 Mahasiswa
21 Juni 2016
Para mahasiswa itu dicokok saat berlangsung kerusuhan di Univeritas Khartum yang melibatkan mahasiswa dan pasukan keamanan.
Baca SelengkapnyaPBB: Perempuan Dijadikan Upah Seks Milisi di Sudan
12 Maret 2016
Pemerintah Sudan Selatan menolak militernya menjadikan warga sipil sasaran serangan, namun berjanji akan melakukan invstigasi.
Kecelakaan Pesawat, Bayi Ini Satu-satunya Korban Selamat
7 November 2015
Bayi perempuan itu ditemukan ketika pasukan keamanan dan wartawan tengah berusaha mencari kotak hitam
Baca SelengkapnyaKecelakaan Pesawat di Sudan Selatan, 41 Tewas
4 November 2015
Cuaca buruk menyulitkan petugas mencari korban lainnya.