TEMPO.CO, Washington - Serangan Benghazi menjadi perdebatan panas selama kampanye pemilihan presiden. serangan yang menewaskan Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya, Chris Steven, menimbulkan pertanyaan tentang isu-isu seperti keamanan di kompleks kedutaan dan tumpulnya pengendusan awal intelijen tentang prediksi serangan ini.
David Petraeus, yang saat itu masih menjabat Direktur CIA, tak luput dari sorotan. Bahkan, ia pernah diminta mundur akibat kasus ini.
Semula, publik berharap saat bersaksi di Kongres Jumat ini, Petraeus akan membuka semuanya. Namun, hal itu tak terjadi. Menurut senator Peter King, Petraeus bersaksi bahwa pengunduran dirinya tidak ada hubungannya dengan serangan di konsulat itu.
Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dijelaskannya pada Kyra Phillips dari HLN, jaringan CNN. Dia mengatakan, pengunduran dirinya adalah semata-mata hasil dari perselingkuhan dengan penulis biografinya, Paula Broadwell. Dia menambahkan bahwa dia tidak pernah melewati informasi rahasia apa pun dalam tubuh CIA.
Kekecewaan juga diungkapkan politikus Partai Republik, Dutch Ruppersberger. Ia mengatakan kebingungan atas insiden di konsulat itu, terkait dua benang merah kekerasan: satu, disebabkan oleh protes yang kacau; dan kedua; didalangi oleh teroris yang sangat terkoordinasi.
"Ada dua jenis situasi yang bermain di sana, sulit untuk secara jelas membedakan apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
Dalam penjelasannya, Petraeus menyatakan informasi intelijen dari berbagai sumber, termasuk video di tempat kejadian, yang menunjukkan Ansar al Syariah berada di balik serangan itu. Kelompok ini adalah kelompok garis keras yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Sebelumnya, seorang pejabat mengatakan bahwa tujuan Petraeus dalam bersaksi adalah untuk membersihkan "banyak kekeliruan dari apa yang pertama kali dia katakan kepada Kongres."