Misi Penyelesaian Suriah Hampir Mustahil
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Selasa, 4 September 2012 04:29 WIB
TEMPO.CO, London– Utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi, frutrasi oleh penyelesaian krisis di negara itu. Ia menyebut masalah di Suriah sebagai hal yang mustahil dan sulit diselesaikan dengan pembicaraan damai. Diplomat Aljazair itu mendefinisikan misinya sebagai "hampir tidak mungkin" karena kedua pihak yang tak mau mengalah.
Brahimi, yang ditunjuk menggantikan Koffi Annan, mengatakan tidak bisa melihat jalan untuk mencapai misinya. Pasalnya, baik pemerintahan Presiden Bashar al-Assad maupun tentara perlawanan sama sekali tidak memiliki niat melakukan pembicaraan dan menghentikan perang yang sudah memasuki bukan ke-17.
"Saya tahu bagaimana sulitnya tugas ini, bagaimana hampir tidak mungkin dilakukan. Saya tidak mengatakan hal ini mustahil, tapi hampir mustahil," kata Brahimi kepada wartawan BBC, Lyse Doucet, dalam wawancara di New York, Senin 3 September 2012.
Ia mengatakan bahwa dirinya seperti berhadapan dengan tembok tebal. Ia memahami frustrasi yang dirasakan terkait dengan kurangnya tindakan internasional di Suriah. "Saya takut pada beban tanggung jawab ini. Orang-orang mengatakan sudah banyak korban yang meninggal dunia, dan apa yang Anda lakukan? Dan kami tidak melakukan banyak hal. Itu saja sudah menjadi beban berat," kata dia.
Krisis Suriah memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke negara tetangga, seperti Turki, Yordania, Irak, dan Libanon. Kondisi yang memburuk menjadi perang sipil ini juga menelan banyak korban jiwa.
Syrian Observatory for Human Rights, yang berbasis di London, mencatat sudah 26.283 orang tewas sejak perlawanan terhadap Assad dimulai 18 bulan lalu. Di antara jumlah itu, ada 18.695 penduduk sipil, 1.079 pemberontak, pasukan pemerintah, dan 6.509 loyalis Presiden Assad. Korban terbanyak jatuh pada Agustus lalu, ketika 5.440 orang, 4.114 di antaranya warga sipil, dinyatakan tewas.
Adapun Badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, serta Local Coordinator Committees, yang beranggotakan aktivis perlawanan, menyebutkan bahwa sepanjang pekan lalu sebanyak 1.600 orang tewas.
“Tingginya angka kematian karena pemerintah melakukan pengeboman udara dengan helikopter dan pesawat tempur,” kata pemimpin Observatory, Rami Abdul-Rahman. “Saya bisa katakan banyak yang terbunuh dalam bentrokan atau dieksekusi.”
REUTERS | BBC | NEW YORK TIMES | HUFFINGTONPOST | RAJU FEBRIAN
Berita lain:
Kekasih Saif Gaddafi Minta Tolong Tony Blair
Pentagon ''Gertak'' Penulis Buku Opreasi Bin Laden
Serangan Jet tanpa Awak Amerika di Yaman, 8 Tewas
Israel Evakuasi Warga di Daerah Pendudukan Migron
Mantan Marinir Umbar Tembakan di Supermarket