Tak Ada Semen, Kantor Polisi Dibuat dari Pasir dan Lempung
Reporter
Editor
Kamis, 15 September 2011 11:42 WIB
Rumah dari pasir di Gaza, Palestina. (Alarabiya)
TEMPO Interaktif, Gaza - Blokade Israel di perbatasan Gaza selama empat tahun membuat warga Palestina kesulitan mendapatkan semen dan baja sehingga mereka memutar otak mencari alternatif ketika membuat rumah. Pilihan jatuh kepada pasir dan tanah liat atau lempung.
Hashem el Farra, seorang warga Gaza, membangun rumahnya dari pasir. Lalu menutup atapnya dengan bata merah serta mencatnya sehingga terlihat unik. El Farra tak sendiri, Kepolisan di Beit Lahia pun baru meresmikan kantor barunya dari pasir dan lempung. Kantor kepolisian ini sebelumnya sudah dihancurkan oleh pesawat tempur Israel.
Penggunaan lempung sebagai bahan bangunan memang perlu perlakuan khusus, yaitu tungku pemanas. Tungku ini sebenarnya sudah digunakan warga Palestina sejak dulu. Tapi sejak munculnya kompor modern, penggunaannya sudah berkurang. Dan kini marak lagi sejak blokade Israel.
Salah satu inisiator arsitek dengan pasir dan lempung adalah Imam Khalidi. "Selama blokade, banyak generasi yang siap menikah, tapi tidak ada apartemen yang layak untuk pasangan baru," ujar dia.
Tapi ternyata di balik kesulitan, selalu ada jalan. "Kami punya sumber pasir dan lempung yang melimpah selama ratusan tahun," ujar Imam. Imam pun mulai membuat rumah pasirnya. Rumah buatan Imam akhirnya justru mengundang perhatian delegasi dari Uni Eropa dan organisasi internasional lainnya. "Saya mendapat paten untuk penemuan ini," kata dia.
Imam menuturkan proyek rumah pasir dan tanah liat dapat menjadi solusi krisis perumahan. Selama blokade dan serangan pesawat tempur Israel, warga Palestina telah kehilangan 8 ribu bangunan.
Palestina terus bergerak di tengah keterbatasan. Proyek-proyek yang menanti selanjutnya adalah pemanfaatan pembangkit surya untuk menerangi rumah penduduk dan reparasi mobil rusak.
Hamas - Fatah Berdamai, Palestina Menuju Satu Pemerintahan
18 September 2017
Hamas - Fatah Berdamai, Palestina Menuju Satu Pemerintahan
Hamas menerima persyaratan damai yang ditawarkan kepala gerakan Fatah sekaligus Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk mengakhiri dua pemerintahan di Palestina.