Sekitar 20 ribu demonstran itu turun ke jalan pada Selasa malam hingga Rabu dinihari. Mereka memproklamasikan Selasa sebagai “Hari Kemarahan” dengan mengeluarkan satu paket tuntutan politik melalui situs jejaring sosial Facebook, Twitter, dan selebaran yang beredar di Tahrir Square, pusat Kairo, dan di sekitar Kairo.
Isi tuntutan demonstran antara lain mendesak Mubarak mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung 30 tahun, menuntut mundur Perdana Menteri Ahmed Nazif, serta menuntut pembubaran parlemen dan pembentukan pemerintah bersatu. Mereka juga mempersoalkan kemiskinan, pengangguran, dan korupsi yang merajalela di Mesir.
Tuntutan dan aksi yang dikatakan terilhami oleh demonstrasi yang berhasil menjatuhkan Presiden Tunisia itu seketika dibubarkan oleh pemerintah. Sekitar 250 orang terluka, termasuk 85 polisi, setelah polisi antihuru hara menembakkan gas air mata, Selasa tengah malam. Para pejabat keamanan menyebutkan hampir 200 pemrotes ditahan.
Polisi kembali membubarkan pengunjuk rasa di Tahrir Square, di luar kompleks pengadilan di Kairo, dan di kota industri Mahalllah el-Kubra kemarin pagi.
Kementerian Dalam Negeri Mesir melarang semua demonstrasi antipemerintah beberapa jam setelah pembubaran paksa itu. Harian independen Al-Masyri al-Youm terbit dengan judul mencolok, “Awas!”.
“Tak ada gerakan-gerakan provokatif, pertemuan, parade, atau demonstrasi yang akan dibiarkan, dan proses hukum bakal diambil, dan pemrotes akan diserahkan ke pihak berwenang untuk diselidiki,” tulis kantor berita pemerintah, MENA, yang mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri Mesir, Habib al-Adly
Di tengah memanasnya suhu politik, sebuah situs berbahasa Arab yang berbasis di Amerika Serikat kemarin melaporkan bahwa putra Presiden Mubarak, yang dianggap sebagai penerus, telah terbang ke Inggris bersama keluarganya. Menurut situs Akhbar al-Arab, pesawat terbang yang membawa Gamal Mubarak serta istri dan putrinya terbang ke London pada Selasa lalu dari sebuah bandara di barat Kairo.
Di Washington, pemerintah Amerika Serikat, sekutu dekat Mesir dan donor utama, menyeru semua pihak agar menahan diri. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menyebutkan bahwa pemerintah Mubarak tetap stabil dan terus berupaya memenuhi kebutuhan rakyat Mesir.
Reuters | Times of India | AP | dwi arjanto