Wawancara dengan Penasihat Hillary Clinton: WikiLeaks Bukan Institusi Demokrasi  

Reporter

Editor

Jumat, 10 Desember 2010 05:58 WIB

WikiLeaks.ch

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tak seperti kebanyakan bule yang tampangnya lebih tua dari usianya, pria yang dijuluki "10 Game Changers in Politics" oleh Huffington Post ini justru kelihatan boyish. "Umur saya 39 tahun, punya tiga anak, jadi saya sudah tak muda lagi," katanya, lalu tertawa. Jabatannya pun mentereng: Penasihat Senior Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Bidang Inovasi.

Dialah Alec J. Ross. Sejak April tahun lalu, ia dipercaya Menteri Luar Negeri Hillary Clinton untuk memaksimalkan potensi teknologi dan inovasi dalam menyokong agenda diplomasi Amerika Serikat di mancanegara. Istilah kerennya: diplomasi digital. "Menteri Clinton telah menandai apa yang disebutnya visi Kenegaraan Abad Ke-21--21st Century Statecraft," ujarnya.

Bekas Ketua Panitia Kebijakan Presiden Barack Obama untuk Teknologi, Media, dan Telekomunikasi ini satu dari sederet nama yang membantu meramaikan ranah media sosial yang membawa Obama ke kursi kepresidenan. Senin lalu, ia berada di Jakarta guna menghadiri pemimpin usia muda berusia di bawah 40 tahun dari 25 negara.

"Asia Society mengumpulkan kami di sini," tutur pemilik One Economy, sebuah organisasi digital nirlaba terbesar di dunia dengan program di empat benua, ini. "Kami membahas soal kemanusiaan dan keragaman." Lalu apa katanya soal fenomena WikiLeaks? Berikut ini petikan wawancara Ross dengan Andree Priyanto dan pewarta foto Yosep Arkian dari Tempo.

Ada alasan khusus yang membawa Anda ke Jakarta?
Ada dua hal yang membawa saya ke sini, pertemuan para pemimpin usia muda dan kedua, Indonesia sungguh spektakuler dalam hal penggunaan jejaring media sosial. Luar biasa sekali ada 26 juta orang memakai Facebook di sini. Nomor satu di dunia dalam hal pemakaian Internet, blog, dan Twitter.

Sudah bertemu dengan para blogger di sini?
Ya, saya sudah berbicara dengan mereka. Sebab, saya ingin tahu mengapa media sosial dan blogger begitu amat kuat (pengaruhnya) di sini. Dan saya sudah menemui jawabannya.

Apa itu?

Kita mulai dari Asia. Malaysia, Thailand, Singapura, dan Cina adalah negeri di mana pemerintahnya campur tangan. Indonesia lebih terbuka. Suasananya lebih menyenangkan, lebih komunikatif, dan lebih dua arah. Indonesia tempat yang cocok dalam hal (kebebasan) media. Bayangkan, setelah Amerika, Inggris, Prancis, dan Swedia, lalu Indonesia.

Seberapa penting Facebook, SMS, dan YouTube pada era baru diplomasi abad ke-21?

Saat ada gempa bumi di Haiti, Menteri Clinton mengatakan, "Saya ingin tindakan cepat yang tak hanya melibatkan pemerintah, tapi juga masyarakat sipil. Warga Amerika Serikat kebanyakan." Lalu kami buat program donasi US$ 10 lewat SMS. Hasilnya terkumpul US$ 35 juta dalam dua pekan. Luar biasa, bukan?

Ada hubungan signifikan antara demokrasi dan perkembangan teknologi informasi?

Ya, saya tahu, ini menarik. Indonesia punya pemilihan umum yang demokratis pada 1999. Indonesia negara demokrasi baru, Rwanda juga. Ada banyak negara demokrasi baru dengan pengguna teknologi informasi yang kuat, saya tak tahu mengapa, tapi itu yang terjadi.

Jadi tak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi sekarang, semua orang di dunia tahu....

Seperti saya. Saya ada di Jakarta sekarang, tapi bisa mengikuti hasil pertandingan tim football saya secara real time dari sini lewat telepon seluler. Lima tahun yang lalu, mana mungkin hal ini terjadi.

Menteri Hillary percaya teknologi perkakas ampuh untuk mendukung prioritas kementerian luar negeri, termasuk hak asasi....
Menteri Clinton telah menandai apa yang disebut visi 21st Century Statecraft (Kenegaraan Abad Ke-21) guna merespons perubahan teknologi. Perubahan itu ada yang baik dan ada yang buruk. Tekanannya, Amerika Serikat adalah negara yang sangat mengutamakan kebebasan mengutarakan pendapat, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan pers.

Bisa dijelaskan lebih jauh lagi?
Menteri Luar Negeri pertama, Thomas Jefferson, mengatakan landasan mendasar untuk sebuah pemerintahan yang sah adalah dunia dan rakyat. Itu dikatakan oleh dia pada 1780. Jika Anda suka kebebasan berpendapat, berorganisasi, dan kebebasan pers, Anda mesti melakukannya di Internet. Sebab, kebebasan berpendapat sekarang tempatnya di Internet. Orang-orang berkumpul di media sosial, dan pers juga punya pengikut di Internet. Jadi sekarang fokus utamanya di Internet. Itu sisi yang positif.

Anda bilang ada sisi positif dan negatif. Bagaimana dengan WikiLeaks?
Begini, soal WikiLeaks, Menteri Hillary Clinton pada 21 Januari 2010 mengatakan tentang kebebasan Internet bahwa teknologi bisa dipakai untuk hal-hal baik dan buruk. Misalnya teknologi nuklir. Penggunaan teknologi mestilah yang bermanfaat bagi banyak orang. WikiLeaks contoh yang jelas bagaimana teknologi itu dipakai untuk hal-hal yang buruk.

Alasan Anda?

Sebab, yang terjadi adalah mereka mengunduh data yang dicuri itu secara ilegal, dan WikiLeaks bukanlah wujud dari kebebasan berpendapat. WikiLeaks, seperti dikatakan Menteri Clinton, adalah sebuah aksi kejahatan. Sebab, informasi yang dicuri itu bersifat tertutup (rahasia) dan membahayakan nama-nama yang disebut di dokumen rahasia tersebut. Karena itu, dalam pandangan kami, WikiLeaks bukanlah sebuah wujud dari kebebasan berpendapat, dan kegiatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Kriminal.

Sekalipun tujuannya untuk kebaikan?
Itu jelas melanggar hukum (wajahnya menegang). Mereka melanggar Undang-Undang Spionase. Undang-undang ini melindungi orang yang terlibat menjadi target pembunuhan. Anda tahu, di Amerika Serikat ada hukum yang melarang seseorang membocorkan rahasia negara.

Bagaimana dengan Open Government Initiative?

Transparansi yang dimaksud dalam Open Government Initiative (Prakarsa Pemerintahan Terbuka) itu adalah membuka kontrak-kontrak pemerintah, siapa-siapa yang terlibat dan dalam proyek apa sehingga masyarakat tahu serta untuk mencegah korupsi. Sebab, ada komunikasi terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Jadi, hemat saya, Open Government itu bagus. Tak ada yang terancam nyawanya di sini. Bukan informasi yang rahasia.

Tapi Anda kan tak bisa merendahkan kemampuan orang dalam memilah informasi?

Ya, ya, Anda tahu, pemerintah Amerika Serikat memusatkan perhatian pada hal yang spesifik, kejahatan. Mengambil informasi dan menyebarkannya. Perhatian kami tidak pada individu-individu warga Amerika Serikat, bagaimana mereka menyalin atau mengakses informasi (WikiLeaks) tersebut.

Kalau kemajuan teknologi berkaitan dengan demokrasi, mengapa Amerika mengutuk WikiLeaks?

Kami mengutuk WikiLeaks karena pengungkapan dokumen itu berisiko terhadap nyawa manusia. Dokumen itu berisi nama-nama orang yang semestinya tak diketahui publik. Itu alasan pertama kenapa kami mengutuknya. Kedua, pencurian dokumen rahasia yang berisi informasi yang sifatnya rahasia dan tertutup serta menyebarluaskannya ke publik.

Sekalipun itu alasannya demokrasi?

Saya tak percaya itu. Saya tak yakin alasannya untuk demokrasi. Saya tak ingin berlagak tahu apa yang mereka pikirkan. Saya pikir mereka bukan institusi demokrasi yang besar. Tindakan mereka justru akan membahayakan aktivis hak asasi manusia. Sebagaimana dikemukakan Menteri Clinton, kebebasan bukan berarti Anda bisa melakukan segala hal sesuka hati. Kebebasan mesti disertai tanggung jawab. Saya kira beliau cukup bijaksana.

|

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya