Sebuah foto yang diambil akhir pekan lalu oleh DigitalGlobe, sebuah firma satelit komersial, menunjukkan pembangunan baru atau aktivitas evakuasi di area sekitar menara pendingin yang telah dihancurkan pada lokasi situs Yongbyon. Para pakar bilang, pembangunan tampak menjadi sinyal pertama aktivitas asli dari Yongbyon sejak 2008, ketika menara pendingin telah dirobohkan sebagai bagian kesepakatan yang dibuat dalam perundingan atas program nuklir Korea Utara.
Gambar-gambar tersebut memergoki truk, dan pembangunan besar atau ekskavasi peralatan diantara dua gedung baru yang kecil, menurut sebuah laporan oleh Institute for Science and International Security. Apa arti yang terjadi dari semua aktivitas, ujar David Albright, penulis laporan itu, belum jelas.
Albright mengatakan bahwa kegiatan itu dapat berarti bahwa Korea Utara bergerak menuju pembukaan kembali reaktor Yongbyon sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan cadangan plutonium -sekarang diperkirakan hanya di bawah 80 pounds. Kemudian, bisa juga lebih jauh, sebut Joel S. Wit, seorang pengamat Korea Utara dan mantan pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. “Untuk menunjukkan, untuk menarik perhatian kita,” imbuh Wit, semalam, (pagi tadi WIB). Pyongyang sadar betul bahwa fasilitas-fasilitas nuklirnya beradsa di bawah pengawasan hampir konstan oleh satelit intelijen maupun komersial.
Korea Utara yang telah menyebut dirinya sebagai sebuah “negara senjata nuklir”, telah bersumpah selama beberapa bulan untuk membuka bebera tipe aktivitas nuklir. Kini, dari gambar-gambar terbaru satelit membuat para pakar cemas bahwa Korea Utara telah memenuhi janjinya.
“Itu belum berarti jelas apa yang bakal terjadi,” tutur Jonathan Pollack, seorang pakar keamanan Korea Utara di US Naval War College, “Tapi apapun konstruksi baru di Yongbyon bukanlah hal baik.” Pollack mengatakan bahwa Korea Utara telah memicu perhatian Amerika sebelumnya. Pada Oktober 2006, dilakukan tes sebuah sumber nuklir, mendorong pemerintahan George W. Bush membuka perundingan dengan Pyongyang. Mereka melakukan uji coba tes bom nuklir pada Mei 2009 lalu.
The Washington Post | dwi a