Keputusan itu dihasilkan melalui sidang kabinet keamanan beranggotakan tujuh menteri yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Hasil itu mundur sehari setelah Rabu lalu debat selama empat jam berakhir tanpa kesepakatan.
Namun kontroversi merebak lantaran siaran pers mengenai kebijakan soal blokade Gaza berbeda antara yang versi bahasa Inggris dan yang dibuat dalam bahasa Ibrani. Rilis bahasa Inggris itu disebarkan kepada wartawan dan para diplomat asing. Sedangkan yang berbahasa Ibrani khusus wartawan Israel.
Dalam versi Inggris disebutkan, Israel akan melonggarkan blokade Gaza dengan mengizinkan barang-barang kebutuhan warga sipil dan bahan bangunan untuk proyek sipil. Keputusan itu akan dilaksanakan segera. Namun rilis Ibrani tidak menyebutkan sama sekali mengenai hal itu.
Blokade itu telah berlangsung sejak pertengahan 2007. Negara Yahudi itu beralasan isolasi diperlukan untuk melemahkan kekuatan politik dan militer Hamas yang bercokol di sana. Namun, kenyataannya, blokade itu telah menciptakan krisis kemanusiaan.
Sejatinya, keputusan dalam rapat kabinet keamanan itu tidak mengikat. Bahkan pihak-pihak yang berwenang memantau aliran barang ke Gaza menyatakan belum ada perubahan kebijakan. Sumber-sumber di kantor perdana menteri menegaskan, belum ada keputusan dalam rapat kabinet itu.
Salah satu sumber menyebutkan, rapat itu hanya pengumuman keinginan pemerintah dan belum menjadi kebijakan. “Rapat itu hanya sebuah pengarahan oleh perdana menteri,” kata sumber lain.
Meski kelihatan setengah hati, Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama menyambut gembira keputusan versi bahasa Inggris itu. “Kami tertarik melihat perluasan cakupan dan jenis barang yang masuk ke Gaza. Di sisi lain, perlu ada pengakuan terhadap keamanan Israel,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri, Mark Toner.
Haaretz | Faisal Assegaf