Apa Kehebatan Awlaki sehingga Amerika Memburunya Hidup atau Mati
Kamis, 8 April 2010 23:15 WIB
Negara Adi Daya ini bahkan tak segan-segan mengupah mereka yang sanggup membasmi aktor-aktor non-negara yang melakukan kegiatan terorisme dengan harga mahal. Kepala Dulmatin alias Joko Pitono, misalnya diberi label harga sebesar US$ 10 juta (atau setara Rp 90,5 miliar). Tapi, bagaimana jika yang diburu itu adalah warga negaranya sendiri?
Pemerintah Obama mengatakan akan memakai kekuatan mematikan dalam melawan Anwar al-Awlaki, tersangka otak di balik serangkaian rencana aksi teror di Amerika Serikat, yang kini diduga ngumpet di Yaman. Washington, seperti dilansir sejumlah media massa di Amerika Serikat, mengizinkan operasi untuk menangkap atau membunuh pria kelahiran Las Cruces, New Mexico, 38 tahun silam itu.
Kantor berita Reuters menyebut Dinas Intelijen Amerika Serikat CIA telah memasukkan nama pendakwah yang dicap radikal itu ke dalam daftar target buruannya. Tapi seberapa besar ancaman Al-Awlaki itu terhadap Amerika Serikat? Sesuai hukum bisakah pemerintah memburu dan menghabisi warga negaranya sendiri demi perang melawan teror?
"Awlaki telah menyadari apa yang diperbuatnya," kata sejumlah petinggi keamanan seperti dikutip harian New York Times. "Bahaya yang disebabkan oleh Awlaki terhadap negara ini tak hanya sebatas kata-kata." Cuma, karena Awlaki adalah warga negara Amerika Serikat, pencantuman namanya di dalam daftar itu harus disetujui oleh Dewan Keamanan Nasional Amerika.
Perintah memburu Awlaki yang keluar pada tahun ini melalui mulut Direktur Intelijen Nasional Laksamana (Purn.) Dennis Blair. Pada Februari lalu ia memberi isyarat bahwa aksi melawan teror akan memangsa seorang warga Amerika Serikat. Tapi Blair tak menyebut nama. Itu gara-gara Biro Penyelidik Federal (FBI) mengaitkannya dengan Mayor Nidal Hassan.
Perwira pada Dinas Bina Mental Angkatan Bersenjata Amerika Serikat itu tak lain terdakwa pembantai 13 orang di Markas Militer Fort Hood pada tahun lalu. FBI mendapati e-mail antara Hassan dengan Awlaki. "Saya tak sabar untuk bertemu Anda di Surga," Hassan menulis dalam e-mail-nya kepada Awlaki. Diketahui Hassan bertemu Awlaki di sebuah masjid di Virginia.
Awlaki, yang ayahnya bekas Menteri Pertanian dan rektor sebuah universitas di Yaman itu, juga dihubungkan dengan Umar Faruk Abdulmutallib, warga Nigeria yang disangka berupaya meledakkan pesawat penumpang maskapai Amerika yang terbang dari Amsterdam menuju Detroit pada malam Natal, tahun lalu. Abdul diduga bertemu Awlaki ketika bersekolah di London, Inggris.
Awlaki menjalani kariernya sebagai seorang pendakwah di San Diego, California pada akhir 1990-an. Di sini, menurut catatan FBI, Awlaki beberapa ditangkap aparat karena mencoba menceramahi para pelacur. Pengawasan terhadap Awlaki diperketat ketika diketahui dua pelaku serangan ke menara kembar WTC di New York pada 11 September 2001 itu ternyata pernah mendegarkan tablig-nya.
Pada 2000, Awlaki, yang namanya kian moncer sebagai ustad itu, hijrah ke Washington, D.C. Di Ibu Kota Negara ini Awlaki menjadi khotib sebuah masjid di pinggiran kota. Dua tahun berselang, Awlaki, mi'raj ke Inggris guna berdakwah dan melebarkan sayap jaringannya. Tak jelas apakah Awlaki sempat ziarah ke Washington atau tidak, yang pasti ia kemudian melakukan khalwah di wilayah pegunungan di Yaman.
Kendati mengasingkan diri tak sertamerta Awlaki luput dari pelbagai informasi dunia. Tak seperti para ulama radikal yang konservatif, Awlaki melek teknologi. Itu sebabnya penulis esai “44 Cara Mendukung Jihad" itu mampu secara 'ghaib' menemui para pengikutnya yang tersebar di Inggris dan Amerika Serikat. Berdakwah secara online via Internet atau meng-update statusnya di situs jejaring sosial, Facebook.
NYTIMES | INDEPENDENT | REUTERS | ANDREE PRIYANTO