Sejumlah Polisi berjaga-jaga di depan sebuah pusat perbelanjaan di Bangkok, ketika para pendukung Thaksin Shinawatra melakukan unjukrasa menentang pemerintah (6/4). REUTERS/Chaiwat Subprasom
TEMPO Interaktif, BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva akhirnya menetapkan keadaaan darurat di Bangkok, Rabu (7/4) malam. "Langkah ini diambil untuk membantu pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Bangkok," katanya dalam pidato resmi di televisi. Keputusan ini diambil beberapa jam setelah lebih dari 5.000 pendemo Kaus Merah mengepung gedung parlemen.
Para pengunjuk rasa ini turun ke jalan sejak 12 Maret lalu dan tak bersedia mundur dari Bangkok selama Perdana Menteri Abhisit menolak untuk mundur dan menggelar pemilihan umum. Alhasil, pemerintah yang semula berjanji untuk tidak memakai tindakan represif terhadap pendemo berubah pikiran. "Aksi menyerbu gedung parlemen ini tak lagi bisa dianggap aksi damai," kata Abhisit memberikan alasan.
Perdana menteri menetapkan keadaan darurat berlaku di Ibukota Thailand dan wilayah sekitarnya, namun masih belum jelas apakah pihak berwenang akan mempergunakan kekuasaan tambahan tersebut. Ahad (4/4) lalu kedua kubu melakukan perundingan namun terhenti tanpa hasil. Sebagian besar pendukung kubu kaus merah ini berasal dari daerah pedesaan dan kaum miskin perkotaan yang mendukung Thaksin.
Pemimpin demo Kaus Merah Natthawut Saikua menegaskan bahwa demonstran tak akan membubarkan diri dan pergi dari basis tempat mereka berkumpul di persimpangan Ratchaprasong dan Jembatan Phan Fa. "Saya minta kepada semua pendukung Kaus Merah di perkotaan dan di pedesaan untuk berkumpul," kata Natthawut. "Mari kita lawan moncong-moncong senjata dengan tangan kosong!"
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin membahas cara mengatasi perpecahan politik dengan pendahulunya Prayuth Chan-ocha, arsitek kudeta 2014 terhadap pemerintahan terakhir Partai Pheu Thai.