TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Mike Johnson pada Rabu, 1 November 2023, mengumumkan rencana mengadakan pemungutan suara untuk mengesahkan RUU bantuan untuk Israel, meski ada risiko peningkatan defisit anggaran negara. Ini merupakan legislasi pertama yang ia dorong sebagai ketua DPR.

Anggota DPR dari Partai Republik meluncurkan RUU tersebut pada Senin, 31 Oktober 2023, yang isinya menyediakan dana US$14,3 miliar (Rp226 triliun) untuk Israel dengan memotong dana Internal Revenue Service (IRS), lembaga pengumpulan pajak dan penetapan hukum pendapatan dalam negeri AS.

DPR AS dapat memberikan suara untuk mendukung RUU tersebut dan mengesahkannya dengan dukungan Partai Republik secepatnya pada Kamis, 2 November 2023. Namun kemungkinan besar RUU tersebut tidak akan menjadi undang-undang, karena menghadapi tentangan keras di Senat yang dikuasai Partai Demokrat. Selain itu, Gedung Putih telah mengancam memveto legislasi tersebut.

Partai Demokrat memang menentang RUU tersebut, bersama beberapa anggota Partai Republik. Mereka lebih memilih usulan Presiden AS Joe Biden yaitu sebuah paket bantuan sebesar US$106 miliar (Rp1,681 triliun), yang mencakup pendanaan untuk perang Ukraina, peningkatan keamanan perbatasan, bantuan kemanusiaan, dan upaya untuk melawan Cina di Indo-Pasifik, termasuk juga untuk Israel.

Johnson sebelumnya telah memberikan suara menentang bantuan ke Ukraina sebelum ia menjadi ketua DPR AS. Pada Kamis, 26 Oktober 2023, ia mengatakan pendanaan AS untuk bantuan ke Ukraina dan Israel harus dipisah.

Berbicara dalam sebuah wawancara di Fox News saat itu, Johnson menyuarakan kekhawatiran mengenai pendanaan Ukraina secara umum, dan yakin bahwa dana untuk Israel perlu diambil dari pemotongan dana lain.

Kantor Anggaran Kongres (CBO) yang non-partisan mengatakan pada Rabu bahwa pemotongan IRS dan bantuan Israel dalam RUU yang berdiri sendiri (tanpa mencakup bantuan untuk Ukraina) akan menambah hampir US$30 miliar (Rp475 triliun) pada defisit anggaran AS, yang saat ini diperkirakan mencapai US$1,7 triliun (Rp2,6 kuadriliun).

Johnson, yang baru menjabat sebagai ketua DPR AS pada bulan ini, menolak penilaian tersebut. Ia mengatakan kepada wartawan, pihaknya tidak terlalu percaya pada apa yang dikatakan CBO. Untuk menjadi undang-undang, sebuah RUU harus mendapat persetujuan DPR, Senat, dan ditandatangani oleh Biden.

Partai Demokrat menuding Partai Republik yang mendukung Johnson telah membuang-buang waktu dengan mendorong tindakan partisan ini, dibandingkan dengan RUU yang dapat segera disahkan.

Ketua Senat Partai Demokrat, Chuck Schumer, mengatakan pada Selasa, 31 Oktober 2023 kalau RUU tersebut akan langsung batal ketika sampai di majelis tinggi. Pemerintahan Biden mengatakan presiden akan memveto RUU tersebut jika sampai di mejanya, dan menyebutnya buruk bagi Israel, bagi kawasan Timur Tengah, dan bagi keamanan nasional AS.

REUTERS

Pilihan Editor: Survei: 65 Persen Warga Rusia Tidak Mengikuti Konflik Palestina-Israel

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini