Indonesia Belum Tertarik Gabung BRICS, Ini Dampak Positif Negatifnya Menurut Peneliti
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Rabu, 30 Agustus 2023 20:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - KTT BRICS, yang mencakup Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan di Johannesburg pada 22-24 Agustus 2023, menghasilkan sejumlah kesepakatan yang salah satunya adalah perluasan keanggotaan.
Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina, dan Uni Emirat Arab, diundang untuk bergabung ke blok tersebut. Banyak negara disebut-sebut menunjukkan minatnya untuk masuk BRICS dan wacana Indonesia bergabung terus berkembang jelang pertemuan puncak. Kehadiran Presiden RI Joko Widodo ke KTT BRICS menguatkan spekulasi tersebut.
Jokowi belum sampaikan ketertarikan
Namun, setelah pengumuman enam negara baru yang diundang menjadi anggota BRICS, di hari yang sama pada Kamis, 24 Agustus, Jokowi menyatakan Indonesia belum menyampaikan '‘expression of interest’.
"Kita ingin mengkaji, mengkalkulasi terlebih dahulu. Kita tidak ingin tergesa-gesa,” katanya saat berada di Johannesburg dalam keterangan pers.
Pengamat: belum ada urgensi Indonesia gabung BRICS
Para pengamat juga menilai belum ada urgensi bagi Indonesia baik secara ekonomi dan politik untuk bergabung ke dalam kelompok minilateral BRICS, yang memperluas keanggotaannya baru-baru ini. Namun kehadiran RI di forum yang digelar pada pekan lalu di Afrika Selatan itu penting untuk memperingatkan Amerika Serikat.
Yose Rizal Damuri, Kepala Departemen Ekonomi, Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), menilai memang perlu dikaji lebih jauh jikalau Indonesia serius mempertimbangan untuk bergabung BRICS atau tidak.
“Saat ini, saya pikir tidak ada keuntungan dan urgensi (bagi Indonesia) masuk BRICS,” katanya dalam pengarahan media di Jakarta pada Senin, 28 Agustus 2023.
BRICS merupakan rumah bagi 40 persen populasi dunia dan seperempat produk domestik bruto (PDB) dunia. Namun, Yose Rizal menyoroti jika Indonesia ingin bergabung dengan blok itu, pertimbangannya tidak hanya didasarkan pada faktor ekonomi sebab performa negara-negara anggotanya belum cukup baik, kecuali Cina dan India.
Menurut Yose Rizal, persaingan geopolitik di antara negara-negara anggota seperti Cina dan India, perlu diperhatikan. New Delhi tidak ingin BRICS menjadi juru bicara bagi Beijing.<!--more-->
Kehadiran Jokowi punya keuntungan simbolik
Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS Andrew Mantong dalam forum yang sama pada Senin, mengatakan, kehadiran Presiden Jokowi di KTT BRICS memiliki keuntungan simbolik, walau belum sampai bergabung dengan kelompok itu.
Andrew memperhatikan narasi yang dibawakan oleh Jokowi soal kepentingan negara-negara bagian Selatan atau Global South di KTT BRICS menunjukkan kepada Amerika Serikat bahwa ada sinyal dari indonesia dan ketidakpuasan apa yang dialami negara saat ini.
“Meskipun belum ada keuntungan konkret. Ini penting memancarkan kita bukan negara yang tanpa alternatif,” kata Andrew, mencatat solidaritas itu perlu mengingat dalam beberapa waktu ke belakang RI punya polemik besar, seperti soal nikel dan kelapa sawit dengan Uni Eropa.
Dampak Positif-Negatif Indonesia bergabung BRICS
Sebelumnya, dengan ditetapkannya keanggotaan Indonesia di aliansi BRICS nantinya akan membawa dampak baik dan buruk bagi Indonesia nantinya. Fitriani, selaku peneliti politik internasional dari International Institute for Strategic Studies atau IISS menyebut bahwa dampak negatif bergabungnya Indonesia ke BRICS, yakni Amerika Serikat akan menganggap Indonesia lebih pro terhadap Rusia dan China, mengingat kedua negara tersebut merupakan rival politik dan ekonomi Amerika Serikat, dan terlebih lagi pembentukan BRICS merupakan upaya untuk meminimalisir dominasi dolar Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia.
Sementara itu, terdapat beberapa dampak positif dengan bergabungnya Indonesia dalam aliansi BRICS nantinya, seperti Indonesia akan membangun hubungan diplomatik dengan negara berkembang yang menjadi penyeimbang negara-negara maju.
Selain itu, Indonesia akan menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini secara prinsip menjalankan doktrin kebijakan luar negeri politik bebas aktif yang digagas oleh Mohammad Hatta.
Selain itu, dampak positif lainnya Indonesia akan menyalakan kembali diplomasi dengan negara-negara Asia-Afrika yang merupakan anggota mayoritas aliansi BRICS. Menurut Fitriani, nantinya diplomasi tersebut akan berguna dalam menyiapkan perayaan 70 tahun Konferensi Asia Afrika pada 2025.
Ekspansi anggota BRICS saat polarisasi geopolitik global
Ekspansi keanggotaan BRICS terjadi pada saat kian tajamnya polarisasi geopolitik global. Sebelum enam negara secara resmi diumumkan mendapat undangan sebagai anggota baru, dikabarkan lebih dari 40 negara telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS, termasuk Indonesia.
Sebagian besar dari mereka termotivasi oleh keinginan untuk menyamakan kedudukan global yang selama ini didominasi bias-bias kepentingan negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
DANIEL A. FAJRI | RENO EZA MAHENDRA | LAILI IRA
Pilihan Editor: Fakta-fakta Penembakan Massal di Florida yang Disebut sebagai Kejahatan Rasial