Junta Myanmar Semakin Brutal, ASEAN Mau Apa?
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Ida Rosdalina
Jumat, 14 April 2023 16:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Langkah Keketuaan Indonesia di ASEAN dalam menghentikan krisis Myanmar selanjutnya makin dinantikan, setelah junta militer di negara itu terbukti terus melakukan kekerasan mematikan. Blok Asia tenggara, yang fokus dengan diplomasi diam-diam dalam menangani isu ini, diharapkan oleh sejumlah kelompok dan pengamat, membuat terobosan di pertemuan tingkat tinggi bulan depan.
Tidak kurang dari 100 gerilyawan anti-Junta Myanmar, termasuk warga sipil dan anak-anak, tewas dalam serangan udara di Desa Pa Zi Gyi, Kotapraja Kanbalu, wilayah Sagaing, pada Selasa, 11 April 2023. Peristiwa ini adalah yang paling mematikan dalam serangkaian serangan udara militer baru-baru ini.
Juru Bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan kepada saluran siaran militer Myawaddy pada Selasa malam, 11 April 2023, bahwa serangan terhadap upacara yang diadakan oleh National Unity Government (NUG), untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut. Sementara Kyaw Zaw, Juru Bicara NUG, mengatakan 100 orang tewas dalam apa yang dilakukan oleh junta pada Selasa merupakan "serangan militer yang tidak masuk akal, biadab, dan brutal."
“Ini menunjukkan tidak ada good will dari junta untuk menaati 5PC, untuk menghentikan kekerasan,” kata Kepala Departemen Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Lina Alexandra, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 14 April 2023, merujuk pada konsensus lima butir yang disepakati para pemimpin ASEAN setelah kudeta di Myanmar.
Junta militer ikut menyepakati konsensus penyelesaian Myanmar oleh ASEAN dua tahun lalu, setelah Tatmadaw menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Lima butir konsensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
ASEAN mengutuk dengan keras serangan udara oleh Angkatan Bersenjata Myanmar tersebut. Dalam pernyataan Kamis, 13 April 2023, penghentian kekerasan akan menjadi satu-satunya cara untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dialog nasional yang inklusif, demi menemukan solusi damai yang berkelanjutan di Myanmar.
Pernyataan itu dianggap lamban oleh sejumlah pihak, sebab muncul dua hari setelah serangan di wilayah Sagaing. ASEAN perlu berunding terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh ketua. Namun, bagi Lina, yang paling penting adalah langkah yang akan dilakukan oleh Indonesia selanjutnya.