Putin Ingin Tingkatkan Senjata Nuklir, Joe Biden: Kesalahan Besar dan Tidak Ada Buktinya
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Naufal Ridhwan
Jumat, 24 Februari 2023 14:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin pada awal pekan ini mundur dari perjanjian kontrol senjata New START yang seharusnya berakhir pada 2026. Pemimpin Rusia itu juga memperingatkan bahwa Moskow dapat melanjutkan uji coba nuklir di tengah kecaman dari mitra barat.
"Saya terpaksa mengumumkan hari ini bahwa Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis," kata Putin kepada elit politik dan militer negaranya.
Perjanjian New START adalah perjanjian kontrol senjata terakhir yang tersisa dengan Washington. Perjanjian itu membatasi hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan masing-masing negara.
Putin menyatakan, Rusia akan terus mengawasi peningkatan kekuatan nuklirnya. Dia menyebut, Moskow akan memulai pengiriman massal rudal hipersonik yang diluncurkan dari laut Zirco. Putin juga mengatakan Rusia akan terus melengkapi angkatan bersenjatanya dengan peralatan canggih.
"Seperti sebelumnya, kami akan meningkatkan perhatian untuk memperkuat triad nuklir," kata Putin dalam pidato untuk menandai hari libur ‘Pembela Tanah Air’, Kamis, 23 Februari 2023.
Dalam pernyataan itu, dia merujuk pada rudal nuklir yang berbasis di darat, laut, dan udara. Putin mengatakan bahwa untuk pertama kalinya, rudal balistik antarbenua Sarmat – senjata yang mampu membawa banyak hulu ledak nuklir, akan dikerahkan tahun ini.
“Kami akan melanjutkan produksi massal sistem Kinzhal hipersonik berbasis udara dan akan memulai pasokan massal rudal hipersonik Zirkon berbasis laut,” katanya.
Putin membuat pernyataannya itu dua hari setelah mengumumkan bahwa Rusia akan menangguhkan perjanjian START Baru. Perjanjian SMART Baru itu adalah
Dikecam Joe Biden, Sebut Kesalahan Besar dan Tidak Ada Buktinya
Meski Presiden Rusia Vladimir Putin menangguhkan sementara partisipasi dalam perjanjian senjata nuklir dengan Amerika Serikat, Presiden Joe Biden yakin ini bukan sinyal Moskow mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir. Kendati demikian, Biden tetap menganggap keputusan Putin adalah kesalahan besar.
"Melakukan itu adalah kesalahan besar. Tidak begitu bertanggung jawab. Tapi saya tidak membaca bahwa dia berpikir untuk menggunakan senjata nuklir atau semacamnya," kata Biden kepada ABC News dalam sebuah wawancara, seperti dikutip Reuters, Kamis 23 Februari 2023.<!--more-->
Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat melawat ke Polandia beberapa hari lalu juga menyebut keputusan itu tidak bertanggung jawab. Namun, Biden menambahkan tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perubahan postur nuklir Rusia.
"Gagasan bahwa entah bagaimana ini berarti mereka berpikir untuk menggunakan senjata nuklir, rudal balistik antarbenua, tidak ada buktinya," katanya.
Biden menyebut keputusan Rusia tersebut membuat kondisi dunia kurang aman. Padahal, menurut Biden, perjanjian tersebut sangat sesuai dengan kepentingan kedua belah pihak dan kepentingan dunia.
Komentar NATO
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengomentari keputusan Putin untuk menangguhkan partisipasi Rusia dalam perjanjian pengendalian senjata nuklir atau New START. Dia meyakini itu merupakan langkah yang tidak bertanggung jawab dan Amerika Serikat akan mengawasi dengan hati-hati untuk melihat apa yang sebenarnya dilakukan Moskow.
"Pengumuman Rusia yang menangguhkan partisipasi sangat disayangkan dan tidak bertanggung jawab," kata Blinken kepada wartawan di Athena, Selasa, 21 Februari 2023.
Sementara Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, dalam sebuah pernyataan beberapa hari lalu menyebut dunia makin berbahaya karena Rusia memutuskan untuk tak melanjutkan kesepakatan nuklir. Ia mendesak Putin untuk mempertimbangkan kembali.
Sebelumnya, Rusia menyalahkan Barat, mengacu pada aliansi militer NATO yang dipimpin oleh Amerika Serikat, sebagai akibat dari aksi agresifnya di Ukraina. Mereka menyalahkan pembatasan perjalanan yang diberlakukan oleh Washington dan sekutunya setelah pasukan Rusia menginvasi negara tetangga Ukraina pada Februari tahun lalu.
Moskow juga telah menuntut agar senjata nuklir Inggris dan Prancis yang ditargetkan terhadap Rusia dimasukkan dalam kerangka kontrol senjata. Posisi ini dipandang sia-sia oleh Washington setelah lebih dari setengah abad perjanjian nuklir bilateral dengan Rusia.
DANIEL A. FAJRI | REUTERS
Pilihan Editor: Putin Batalkan Perjanjian Nuklir dengan AS, Yakin Menang Perang