Kisah Patung Moai, Terjepit antara Peternakan Sapi dan Pelestarian Situs Arkeologi

Reporter

Tempo.co

Editor

Yudono Yanuar

Rabu, 7 Desember 2022 12:30 WIB

Puluhan patung Moai berdiri kokoh yang menjadi daya tarik di Pulau Easter di Cile, 31 Januari 2019. Sebanyak 887 patung raksasa, yang dikenal sebagai "moai" Rapa Nui (penduduk asli Pulau Paskah) berada di seluruh pulau. REUTERS/Jorge Vega

TEMPO.CO, Jakarta - Patung-patung batu raksasa Moai di Pulau Paskah, yang hangus terbakar, adalah tanda-tanda meningkatnya ketegangan antara pemilik tanah dan pelestari lingkungan di pulau kecil terpencil di tengah Pasifik ini.

Pulau Paskah yang telah menjadi wilayah Cile sejak 1880-an ini dikenal oleh penduduk aslinya sebagai Rapa Nui dan terkenal dengan sosok patung batu berbentu manusia berukuran besar yang diukir berabad-abad lalu oleh nenek moyang mereka.

Pulau seluas 164 kilometer persegi - kira-kira seluas Kota Bandung - telah mengalami peningkatan ketegangan dalam beberapa tahun terakhir antara keluarga tua yang ingin beternak sapi di tanah leluhur mereka dan pihak berwenang yang berfokus pada konservasi.

Di satu sisi adalah sekelompok keluarga di bawah panji parlemen Rapa Nui, terusan dari dewan tetua sebelumnya, yang ingin kembali ke sistem klan kuno untuk membagi tanah.

Di sisi lain adalah ahli konservasi dan dewan terpilih yang bertugas mengelola taman nasional seluas separuh pulau dan dihiasi dengan patung Moai. Mereka mengatakan beberapa orang menggunakan lahan taman untuk peternakan sapi, terkadang menyebabkan kebakaran.

“Kami telah melihat peningkatan eksponensial dalam peternakan dan pertanian, terutama sejak dimulainya pandemi,” kata Merahi Atam, seorang arkeolog setempat.

Advertising
Advertising

Pada bulan Oktober, para peternak membakar padang rumput memicu kebakaran hutan yang mengoyak kawah gunung berapi Rano Raraku di pulau itu dan merusak beberapa Moai.

Karhutla Meningkat

Data pemerintah Chili menunjukkan kebakaran hutan di Pulau Paskah telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan dua tahun terakhir mencatat rekor terbanyak sejak tahun 1990-an.

Jumlah ternak di pulau itu meningkat menjadi lebih dari 6.000 dari 3.400 pada 1966, dan mereka digembalakan di hampir 80% luas taman nasional, menurut sebuah studi tentang ternak di pulau itu oleh University of Chile.

Ribuan mil lautan memisahkan Rapa Nui dari tetangga benua terdekatnya dan pulau ini telah memesona pengunjung dan arkeolog selama beratus tahun dengan Moai batu raksasanya.

Berukuran hingga 20 meter dan berat puluhan ton, ratusan patung berkepala besar ini diukir langsung dari tambang batu dan tersebar di seluruh pulau.

Patung-patung itu selamat dari kelaparan, perang, epidemi, dan kolonisasi selama berabad-abad, sementara populasi pulau itu berfluktuasi dari ambang kehancuran menjadi sekitar 8.000 pada tahun 2022.

Penduduk telah lama berjuang untuk mendapatkan lebih banyak otonomi atas pulau itu sampai akhirnya negara Chili setuju untuk mulai mengalihkan kendali atas taman tersebut pada 2016.

Dewan Ma'u Henua yang dipilih secara lokal ditetapkan untuk mengambil kendali administratif penuh atas taman tersebut pada 2025, dengan fokus pada perlindungan lingkungan dan situs arkeologi serta mengelola pariwisata.

Tetapi beberapa penduduk pulau malah ingin kembali ke sistem klan yang ada sebelum perjanjian tahun 1888 antara salah satu raja terakhir Rapa Nui dan Cile.

"Setiap klan memiliki tanah di pulau ini dan pembagiannya oleh raja," kata Juan Tucki, anggota parlemen yang memelihara ternak di sebidang tanah dekat gunung berapi.

"Kita harus menghormati hierarki itu."

Tucki mengatakan pihak berwenang diberitahu tentang pembakaran padang rumput pada bulan Oktober dan gagal mempersiapkannya.

Max Ariki, seorang petugas pemadam kebakaran, mengatakan pihaknya kekurangan dana dan kesiapan operasional. Dia mengatakan lebih banyak dana telah datang sejak Oktober, termasuk brigade kedua, tetapi pemotongan padang rumput untuk melindungi gunung berapi dan situs arkeologi tidak dipelihara selama dua tahun.

"Sesuatu yang buruk harus terjadi agar mereka menyadari bahwa kita ada di pulau ini," kata Ariki. "Menyakitkan, tapi berkat api itu mereka mengirim lebih banyak sumber daya."

Petero Edmunds, walikota Rapa Nui sejak 2012, menyalahkan Perusahaan Eksploitasi Pulau Paskah Inggris-Chile karena memperkenalkan ternak lebih dari seabad yang lalu dan negara serta militer karena menawarkan ternak kepada penduduk pulau setelah badan pembangunan negara pergi pada 1980-an.

Atam, sang arkeolog, percaya bahwa dialog dan pendidikan tentang kerusakan akibat kebakaran hutan dan erosi akibat ternak akan membantu meyakinkan penduduk setempat untuk menghentikan praktik perusakan situs arkeologi di seluruh pulau.

Tucki, yang mengklaim bahwa dia adalah keturunan langsung dari salah satu raja terakhir Rapa Nui, setuju bahwa situs arkeologi dipertahankan, tetapi sebagian besar tanahnya harus untuk rakyat. "Wilayah itu milik keluarga," katanya.

Berita terkait

UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

20 hari lalu

UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

Apa itu QS World University Rankings (WUR) yang menobatkan UGM meraih 25 bidang ilmu dalam pemeringkatan ini?

Baca Selengkapnya

Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

39 hari lalu

Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

40 hari lalu

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

Topik tentang pencabutan artikel Gunung Padang bisa mencoreng nama penulis dan reviewer menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

44 hari lalu

Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

Tim peneliti situs Gunung Padang akan mengirimkan penelitian yang dicabut Willey Online Library ke jurnal lagi, namun dalam bentuk berbeda.

Baca Selengkapnya

Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

44 hari lalu

Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

Tim peneliti Gunung Padang sedang berkoordinasi apakah akan menempuh mekanisme pengaduan ke komite etik yang mewadahi jurnal internasional.

Baca Selengkapnya

Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

45 hari lalu

Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

Wiley Online Library mengumumkan mencabut publikasi artikel ilmiah berisi hasil penelitian situs megalitik Gunung Padang di Cianjur dari jurnalnya.

Baca Selengkapnya

Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

4 Maret 2024

Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

Tim peneliti UI bergabung dengan peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung

Baca Selengkapnya

Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

6 Februari 2024

Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

Di antara temuan arkeologi itu adalah artefak-artefak dari Masjid Usman bin Affan pada abad ke 7 hingga ke 8 sebelum masehi

Baca Selengkapnya

Republik Dominika Mulai Uji Coba Empat Hari Kerja Sepekan

17 Januari 2024

Republik Dominika Mulai Uji Coba Empat Hari Kerja Sepekan

Karyawan di Republik Dominika akan mendapatkan gaji yang sama, tetapi jam kerjanya akan dikurangi dari 44 menjadi 36 jam

Baca Selengkapnya

Bersama Leiden University, UGM Buka Program Double Degree Magister Arkeologi

28 Desember 2023

Bersama Leiden University, UGM Buka Program Double Degree Magister Arkeologi

Program double degree ini membuka pintu bagi mahasiswa di kedua belah pihak untuk memperdalam pemahaman mereka dalam bidang arkeologi.

Baca Selengkapnya