COP27 Sepakati Dana Iklim, tapi Minim Komitmen Atasi Emisi

Reporter

Daniel Ahmad

Editor

Yudono Yanuar

Senin, 21 November 2022 14:27 WIB

Aktivis Iklim dari Extinction Rebellion saat mementaskan teater di pantai selama Hari Air COP27, untuk menyoroti fakta bahwa bahan bakar fosil menyebabkan bencana iklim seperti kenaikan permukaan laut, di Cape Town, Afrika Selatan, 14 November 2022. REUTERS/Esa Alexander

TEMPO.CO, Jakarta - KTT Iklim PBB COP27 tahun ini ditutup pada Minggu, 20 November 2022, dengan kesepakatan skema bantuan pendanaan untuk negara-negara miskin yang dilanda bencana iklim. Namun forum tidak membuat komitmen yang lebih keras untuk mengatasi masalah emisi global.

Delegasi tidak membuat keberatan saat Presiden COP27 Mesir, Sameh Shoukry, mengoceh tentang item agenda terakhir dan menyerahkan kesepakatan. Konsensus itu sendiri dicapai setelah negosiasi semalaman yang intens.

Meskipun tidak memiliki kesepakatan untuk komitmen yang lebih kuat terhadap tujuan menahan peningkatan suhu bumi 1,5 derajat celcius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015, Sekretaris Iklim Jerman Jennifer Morgan, misalnya, menyatakan kepada Reuters bahwa pihaknya mengikuti kesepakatan itu sebab ingin berdiri dengan yang paling rentan.

Saat ditanya apakah kesepakatan ini merupakan kompromi dari ambisi melawan kerusakan iklim, Kepala Negosiator Iklim Meksiko Camila Zepeda hanya menerangkan para juru runding di COP27 sudah kelelahan. "Mungkin. Anda menang saat Anda bisa," katanya.

Utusan iklim dari Kepulauan Marshall mengatakan dia lelah tetapi senang dengan persetujuan dana tersebut. "Begitu banyak orang sepanjang minggu ini memberi tahu kami bahwa kami tidak akan mendapatkannya. Kami sangat senang mereka salah," kata Kathy Jetnil-Kijiner.

Advertising
Advertising

Perjanjian itu menyatakan, dana bantuan itu berasal dari berbagai sumber yang ada, termasuk lembaga keuangan, daripada mengandalkan negara kaya untuk membayar. Sebelumnya negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat menolak gagasan itu karena khawatir harus bertanggung jawab untuk emisi historis yang mereka ciptakan.

Bagaimanapun kesepakatan tersebut akan memakan waktu beberapa tahun sebelum dana itu cair. Perjanjian hanya menetapkan peta jalan untuk merampungkan beberapa tahap seperti pertanyaan mengenai siapa yang akan mengawasi dana tersebut, hingga bagaimana uang itu akan didistribusikan – dan kepada siapa.

Utusan Iklim Khusus Amerika Serikat John Kerry, yang tidak menghadiri negosiasi akhir pekan secara langsung setelah dites positif Covid-19, menyambut baik kesepakatan tersebut. Dalam sebuah pernyataan, dia mengatakan akan terus menekan penghasil emisi besar seperti China untuk secara signifikan meningkatkan ambisi mereka dalam mempertahankan target 1,5 derajat celcius tetap hidup.

Pengurangan PLTU Batu Bara

Mengenai bahan bakar fosil, teks kesepakatan COP27 sebagian besar mengulangi kata-kata dari COP26 Glasgow, KTT Iklim PBB tahun lalu. Kalimatnya menyerukan pihak-pihak untuk mempercepat "upaya menuju pengurangan PLTU batu bara yang tak kunjung reda dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien." Upaya memasukkan komitmen untuk menghentikan semua bahan bakar fosil digagalkan.

Perjanjian "program kerja mitigasi" terpisah, juga disetujui pada Minggu, 20 November 2022. Isinya memuat beberapa klausul yang beberapa pihak, termasuk Uni Eropa, merasa komitmennya melemah terhadap target pemotongan emisi yang lebih ambisius.

Konten COP27 menyatakan program kerja tersebut tidak akan memaksakan target atau tujuan baru. Bagian lain dari kesepakatan COP27 membatalkan gagasan pembaruan target tahunan demi kembali ke siklus lima tahun yang lebih panjang yang ditetapkan dalam pakta Paris.

"Sangat membuat frustrasi melihat langkah-langkah mitigasi yang terlambat dan penghentian energi fosil terhalang oleh sejumlah penghasil emisi besar dan produsen minyak," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock.

Kesepakatan itu juga mencakup referensi untuk "energi rendah emisi". Itu meningkatkan kekhawatiran di antara beberapa pihak bahwa hal itu membuka pintu bagi peningkatan penggunaan gas alam - bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon dioksida dan metana.

"Itu tidak sepenuhnya memutuskan hubungan dengan Glasgow, tetapi tidak menimbulkan ambisi sama sekali," kata Menteri Iklim Norwegia Espen Barth Eide kepada wartawan.

Menteri iklim Maladewa, yang negaranya menghadapi ancaman banjir di masa depan akibat kenaikan permukaan laut disebabkan oleh kerusakan iklim, menyesalkan kurangnya ambisi untuk membatasi emisi.

"Saya mengakui kemajuan yang kami buat di COP27" dengan dana kerugian dan kerusakan, kata Aminath Shauna di pleno. Tetapi "kita telah gagal dalam mitigasi ... Kita harus memastikan bahwa kita meningkatkan ambisi untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2025. Kita harus menghapus bahan bakar fosil secara bertahap."

REUTERS

Berita terkait

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

1 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

1 hari lalu

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

Para pejabat Hamas dan CIA dijadwalkan bertemu dengan mediator Mesir di Kairo untuk merundingkan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

2 hari lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

3 hari lalu

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

Pemerintah Indonesia terbuka terhadap pemanfaatan transaksi imbal dagang business-to-business (b-to-b).

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

4 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

5 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

6 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Berkukuh Serang Rafah, Dua Menteri Israel Tolak Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

6 hari lalu

Berkukuh Serang Rafah, Dua Menteri Israel Tolak Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Dua menteri Israel secara terbuka menentang kesepakatan gencatan senjata di Gaza dan berkukuh akan menyrang Rafah

Baca Selengkapnya