Pakar PBB: Ada Bukti Terjadi Kerja Paksa di Xinjiang

Reporter

Tempo.co

Kamis, 18 Agustus 2022 21:15 WIB

Seorang perwira polisi Cina di tepi jalan dekat tempat yang secara resmi disebut pusat pendidikan kejuruan di Yining di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Cina, 4 September 2018. /Thomas Peter/File Photo

TEMPO.CO, Jakarta - Tuduhan bahwa China melakukan kerja paksa terhadap warga Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang adalah kredibel dan persuasif, menurut temuan pakar perbudakan PBB.

Dalam sebuah laporan kepada Majelis Umum PBB, Tomoya Obokata, pelapor khusus tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, mengatakan “masuk akal untuk menyimpulkan” bahwa kerja paksa terjadi di wilayah barat jauh China, di mana para aktivis mengatakan lebih dari satu juta etnis minoritas Muslim telah ditahan di kamp-kamp interniran.

"Temuan itu berdasarkan penilaian independen atas informasi yang tersedia," kata Pelapor Khusus PBB tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, Tomoya Obokata seperti dilansir Al Jazeera Kamis 18 Agustus 2022.

"Pelapor Khusus menganggap masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kerja paksa di antara Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas lainnya di sektor-sektor seperti pertanian dan manufaktur telah terjadi di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di China.”

Obokata mengatakan dalam laporannya bahwa terdapat dua sistem mandat negara yang berbeda di Xinjiang, yakni sistem pusat pendidikan dan pelatihan keterampilan kejuruan. Warga etnis minoritas ditahan dan dikenai penempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan melalui sistem transfer tenaga kerja yang melibatkan pekerja pedesaan.

Advertising
Advertising

"Sementara program ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi warga minoritas dan meningkatkan pendapatan mereka, seperti yang diklaim oleh Pemerintah, Pelapor Khusus menganggap bahwa indikator kerja paksa yang menunjuk pada sifat kerja paksa yang dirasakan oleh masyarakat telah hadir dalam banyak kasus," kata laporan setebal 20 halaman.

Laporan itu juga mencakup isu-isu dan keprihatinan kontemporer terkait perbudakan di negara-negara lain. China menolak semua tuduhan kekerasan hingga genosida terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas lainnya di Xinjiang. Laporan tersebut tertanggal 16 Juli tersedia untuk umum di perpustakaan dokumen PBB.

Kementerian luar negeri China kembali menyangkal ada kerja paksa di Xinjiang. China juga membela catatannya dalam melindungi hak-hak pekerja dan sangat mengkritik temuan dalam laporan tersebut.

"Seorang pelapor khusus memilih untuk percaya pada kebohongan dan disinformasi tentang Xinjiang yang disebarkan oleh AS dan beberapa negara Barat lainnya serta pasukan anti-China," kata juru bicara kementerian luar negeri China Wang Wenbin dalam pengarahan harian di Beijing.

Laporan Obokata terpisah dari laporan yang sangat ditunggu-tunggu tentang hak asasi manusia di Xinjiang yang disiapkan oleh Komisaris Tinggi PBB Michelle Bachelet. Ia sebelumnya telah berjanji untuk menerbitkannya sebelum mengakhiri jabatannya pada akhir bulan ini.

Bulan lalu Reuters melaporkan bahwa China telah berusaha untuk menghentikan Bachelet yang merilis laporannya tentang kunjungan ke Xinjiang. Ini mengutip surat China yang ditinjau oleh Reuters dan diplomat yang menerimanya.

Baca juga: Puluhan Negara di PBB Minta China Selesaikan Masalah Penyiksaan Muslim Uighur

SUMBER: AL JAZEERA

Berita terkait

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

14 jam lalu

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

Pejabat PBB mengatakan penutupan perbatasan Rafah dan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) merupakan "bencana besar" bagi warga Palestina di Gaza

Baca Selengkapnya

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

15 jam lalu

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

UN Women memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah, Gaza, akan memperburuk penderitaan 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina

Baca Selengkapnya

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

17 jam lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

19 jam lalu

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

Para ahli PBB mendesak penjajah Zionis Israel untuk mengakhiri agresinya terhadap Gaza, dan menuntut ekspor senjata ke Israel "segera" dihentikan.

Baca Selengkapnya

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

1 hari lalu

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

Dilansir dari World Population by Country, ada 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Indonesia termasuk ke dalam 5 besar.

Baca Selengkapnya

Kunci Tim Bulu Tangkis China Raih Gelar Piala Uber 2024, Titel Ke-16 Sepanjang Sejarah

1 hari lalu

Kunci Tim Bulu Tangkis China Raih Gelar Piala Uber 2024, Titel Ke-16 Sepanjang Sejarah

China meraih gelar ke-16 Piala Uber setelah mengalahkan tim putri bulu tangkis Indonesia dengan skor telak 3-0. Mengatasi tekanan adalah kunci.

Baca Selengkapnya

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

2 hari lalu

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

3 hari lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

3 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

4 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya