Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad saat memberikan kuliah umum dalam Rakernas Partai NasDem di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2022. Mahathir Mohamad memberikan kuliah umum dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) NasDem dengan forum yang bertema 'Politik Membangun Peradaban Hubungan ASEAN dan Tantangan ke Depan'. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengklaim Singapura dan Riau merupakan bagian dari Johor. Mahathir yang pernah menjabat dua kali sebagai perdana menteri Malaysia menyatakan, Singapura dan Riau harus dikembalikan ke Johor.
“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca, atau Pulau Batu Puteh, dikembalikan kepada kita, tetapi kita juga harus menuntut kembalinya Singapura dan Kepulauan Riau ke Malaysia sebagai tanah Melayu,” kata anggota parlemen berusia 96 tahun untuk Langkawi itu dalam pidatonya Minggu, 19 Juni 2022, seperti dikutip Yahoo Singapore. Pernyataan Mahathir itu kemudian mendapat tepuk tangan meriah dari para pendengarnya.
Menurut Mahathir Mohamad secara historis, tanah Melayu terbentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan hingga Kepulauan Riau. Namun hari ini, Malaysia hanya tinggal semenanjung.
"Saya bertanya-tanya apakah semenanjung ini akan terus kita miliki. Saya khawatir dengan masa depan orang Melayu, apakah tanah semenanjung juga akan dimiliki oleh pihak lain,” katanya. Mahathir menambahkan, ketidakmampuan Malaysia selaras dengan ketidakberdayaannya menegakkan hak-hak mereka.
Dalam pidato bertajuk Melayu dan Kelangsungan Bangsa, dia mengklaim sudah separuh tanah Malaysia dimiliki asing. “Banyak orang Melayu yang tidak sadar bahwa negaranya yang dulunya besar menjadi kecil. Dan negara kecil ini pun akan rugi karena miskin,” katanya.
Mahathir Mohamad berbicara di acara Aku Melayu: Survival Bermula (I'm Malay: Survival Begins) di Selangor. Acara itu diselenggarakan oleh Kongres Survival Melayu atau Kongres untuk Kelangsungan Hidup Melayu, sebuah kelompok dari beberapa LSM.
Pada tahun 2008, Mahkamah Internasional memberikan Pedra Branca ke Singapura. Malaysia mengajukan peninjauan atas putusan tersebut pada 2017 tetapi menarik permohonan peninjauan tersebut setahun kemudian setelah Mahathir Mohamad menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya.