Dilarang Pengadilan Eropa, Pesawat Inggris Batal Bawa Pencari Suaka ke Rwanda
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Rabu, 15 Juni 2022 09:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Penerbangan pertama Inggris untuk membawa pencari suaka ke Rwanda tidak lepas landas seperti yang dijadwalkan pada Selasa lalu. Seperti dilansir Reuters Rabu 15 Juni 2022, ini terjadi setelah pengadilan hak asasi manusia Eropa mengeluarkan perintah pada menit-menit terakhir untuk menghentikan deportasi sejumlah migran di dalamnya.
Rencana pemerintah Inggris untuk mengirim beberapa migran ke negara Afrika Timur telah menuai kecaman dari sejumlah pihak seperti Pangeran Charles, badan amal, dan pemimpin agama. Mereka menegaskan rencana Perdana Menteri Boris Johnson itu tidak manusiawi.
Keputusan ini juga menghadapi serangkaian tantangan hukum di pengadilan London yang bertujuan untuk menghentikannya. Dalam beberapa hari terakhir, setidaknya 30 migran yang dialokasikan untuk penerbangan pertama berhasil berargumen bahwa mereka tidak boleh dideportasi ke Rwanda dengan alasan kesehatan atau hak asasi manusia.
Hanya segelintir migran yang akan terbang dari pangkalan angkatan udara di Inggris barat daya pada Selasa. Sesaat sebelum pesawat akan berangkat, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) memberikan perintah untuk mencegah deportasi mereka.
"Saya selalu mengatakan kebijakan ini tidak akan mudah untuk disampaikan dan saya kecewa dengan tantangan hukum dan klaim menit terakhir yang membuat penerbangan hari ini tidak dapat berangkat," kata Menteri Dalam Negeri Priti Patel.
"Sangat mengejutkan bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa telah melakukan intervensi, meskipun sebelumnya kami sukses berulang di pengadilan domestik."
Dia mengatakan pemerintah tidak akan gentar dan akan bersiap untuk penerbangan berikutnya. Penerbangan dibatalkan setelah mesin pesawat dinyalakan dan awak kabin terlihat menaiki pesawat.
Putusan ECHR berkaitan dengan salah satu pria asal Irak. Putusan menyatakan bahwa dia "tidak boleh ada keputusan sampai berakhirnya jangka waktu tiga minggu dalam proses peninjauan kembali yang sedang berlangsung."
Pengadilan Tinggi di London akan mengadakan uji materi ini pada Juli untuk memutuskan legalitas skema tersebut.
Inggris mengatakan kesepakatan 120 juta pound yang dicapai dengan Rwanda akan membendung arus perjalanan lintas Selat Channel yang berbahaya, dan menghancurkan model bisnis jaringan penyelundupan manusia.
Namun, kepala pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutnya "bencana", seluruh kepemimpinan Gereja Inggris mencelanya sebagai tidak bermoral dan memalukan, dan laporan media mengatakan Pangeran Charles, pewaris takhta, secara pribadi menggambarkan rencana itu sebagai "mengerikan.
<!--more-->
Perdana Menteri Boris Johnson, yang mengatakan pemerintahnya tidak akan menunda keputusan karena kritik, sebelumnya berkomentar bahwa tawaran hukum merusak upaya untuk mendukung rute aman bagi pencari suaka.
Ditanya apakah Inggris mungkin menarik diri dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, dia berkata: "Tentu saja, dunia hukum sangat pandai mengambil cara untuk mencoba menghentikan pemerintah dari menegakkan apa yang kami anggap masuk akal. Apakah perlu mengubah beberapa undang-undang untuk membantu kami saat ini? Mungkin saja dan semua opsi ini terus ditinjau."
Menurut angka resmi, lebih dari 28.500 orang terdeteksi tiba di Inggris dengan kapal kecil tahun lalu dan pemerintah mengatakan strateginya akan menghentikan ini. Puluhan migran, termasuk perempuan dan anak-anak, tiba pada Selasa, kata seorang saksi mata Reuters di pelabuhan Channel di Dover.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan kebijakan Inggris itu akan menempatkan para pencari suaka dalam risiko. UNCHR mengatakan Rwanda, yang catatan hak asasi manusianya sedang diselidiki, tidak memiliki kapasitas untuk memproses klaim pencari suaka dengan benar.
Baca juga: Kirim Pencari Suaka ke Rwanda, Pemerintah Inggris Tuai Kecaman
SUMBER: REUTERS