Gaya Politik Ferdinand Marcos Jr Bisa Ditiru Politikus Indonesia
Reporter
Daniel Ahmad
Editor
Suci Sekarwati
Jumat, 20 Mei 2022 18:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kemenangan Ferdinand Marcos Jr atau yang akrab disapa Bongbong dalam Pemilu Presiden Filipina 2022 dinilai bisa ditiru oleh elite hingga politikus di Indonesia. Gaya politik non-konfrontasional Marcos Jr di proyeksi bisa diadaptasi dengan cepat di tanah air, menuju Pemilu Presiden RI 2024.
Pengamat Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Wawan Mas'udi, dalam diskusi bertajuk 'Democracy at Stake' pada Jumat, 20 Mei 2022, menyebut politikus Indonesia bisa menerapkan strategi yang mirip dilakukan Marcos Jr dengan membuat sejumlah pencitraannya di media sosial.
"Pada dasarnya orang tidak suka konflik. Makanya, pemilu non-kompetitif atau gaya politik non-kompetitif akan jadi semacam ide," kata Wawan dalam diskusi yang digelar secara hybrid di Convention Hall Fisipol UGM dan virtual.
Kemenangan Marcos Jr, berhasil mengembalikan salah satu dinasti politik paling terkenal di Asia ke tampuk kekuasaan. Di dalam negeri, kembalinya keluarga Marcos disambut kritik kelompok HAM dan sejumlah aliansi warga sipil.
Marcos Jr yang sekarang berusia 64 tahun, memenangkan kursi kepresidenan Filipina dengan hampir 59 persen suara pada minggu lalu. Jika tidak ada aral melintang, dia akan dilantik pada bulan depan. Sara Duterte, putri dari Presiden Rodrigo Duterte didapuk menjadi calon wakil presidennya.
Salah satu faktor penentu kemenangan Marcos Jr dalam pemilu kali ini adalah kampanye masif di media sosial seperti TikTok dan YouTube yang kuat. Marcos Jr menargetkan kaum muda yang lahir setelah pemerintahan ayahnya pada 1986.
Di saat bersamaan, Marcos Jr menghindari perdebatan, wawancara, isu, dan tanya jawab. Dalam konten-kontennya dia hanya mempromosikan gaya hidup, kolaborasi dengan influencer, dan membalikkan fakta-fakta soal legasi Sang Ayah, diktator Ferdinand Marcos Sr. melalui narasinya.
Sementara itu, M&M Expert for The EU Governance in Philippines Ian Niccolo Tobbia mengatakan Indonesia harus berhati-hati dengan disinformasi media sosial yang terjadi saat pemilu.
"Cara mereka (calon presiden) mempengaruhi pemilih adalah dengan menghindari perdebatan isu strategis. Sebab mereka sudah banyak berinvestasi dalam waktu yang panjang. Mereka berbicara melalui cerita-cerita mereka," katanya.
Wawan mengatakan, Indonesia perlu mencermati dinamika politik di Filipina untuk menyelamatkan Pemilu Presiden 2024. Sebab, jika melihat perkembangannya, sistem seperti itu akan memberi kepercayaan baru pada elit politik yang berasal atau dekat dengan dinasti.
Kaum intelektual dan Masyarakat Sipil, menurut Wawan, harus mengambil bagian dalam mengantisipasi permasalah ini. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan terus mengadvokasikan soal pendidikan politik.
Bagi Wawan, demokrasi bagai bunga yang mudah patah. Oleh karena itu, dibutuhkan proteksi yang pro-aktif.
Baca juga: Grimes Lelang Aksesori yang Dipakai di Met Gala 2021 untuk Bantu Warga Ukraina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.