Pengungsi Rohingya Gugat Facebook Rp 2,16 Kuadriliun karena Pembunuhan Massal

Reporter

Tempo.co

Selasa, 7 Desember 2021 11:47 WIB

Sejumlah anak pengungsi Rohingya melakukan aksi di depan Kantor UNHCR, Jakarta, Jumat, 26 November 2021. Unjuk rasa yang dilakukan pengungsi etnis rohingya menuntut pemerintah Indonesia dan UNHCR agar lebih memperhatikan nasib pengungsi sebagai manusia yang lebih dari 9 tahun tak kunjung diperhatikan. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi Rohingya menggugat Facebook sebesar US$ 150 miliar atau setara Rp 2,16 kuadriliun. Facebook dinilai gagal membendung ujaran kebencian di platformnya sehingga memperburuk kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar.

Gugatan diajukan di pengadilan California, Amerika Serikat. Menurut pengungsi Rohingya, algoritme yang digunakan oleh Facebook mempromosikan disinformasi dan pemikiran ekstremis yang diterjemahkan menjadi kekerasan di dunia nyata.

"Facebook seperti robot yang diprogram dengan misi tunggal yaitu untuk tumbuh," demikian isi gugatan dokumen pengadilan.

“Kenyataannya adalah pertumbuhan Facebook, yang dipicu oleh kebencian, perpecahan, dan kesalahan informasi menyebabkan ratusan ribu nyawa Rohingya hilang."

Kelompok mayoritas Muslim menghadapi diskriminasi yang meluas di Myanmar. Di negara tersebut mereka dihina sebagai penyelundup meskipun telah tinggal di sana selama beberapa generasi.

Advertising
Advertising

Kampanye yang didukung militer, menurut PBB merupakan genosida. Hal ini membuat ratusan ribu orang Rohingya didorong melintasi perbatasan ke Bangladesh pada 2017. Di sana mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi.

Banyak etnis Rohingya yang tetap bertahan di Myanmar. Mereka tak diizinkan memiliki kewarganegaraan dan menjadi sasaran kekerasan komunal, serta diskriminasi resmi oleh junta militer yang berkuasa.

Pengaduan hukum berpendapat bahwa algoritme Facebook mendorong pengguna yang rentan untuk bergabung dengan kelompok yang semakin ekstrem. Kelompok hak asasi manusia telah lama menuduh bahwa Facebook tidak berbuat cukup untuk mencegah penyebaran disinformasi dan misinformasi online.

Facebook juga gagal mencegah ujaran kebencian meski dikritik. Perusahaan media sosial yang berbasis di Amerika Serikat itu, menurut kritikus, membiarkan berita hoaks berkembang biak. Hingga akhirnya berita bohong itu mempengaruhi kehidupan minoritas.

Tahun ini seorang mantan pegawai Facebook membocorkan situasi di perusahaan yang kini bernama Meta itu. Algoritma Facebook membiarkan penggunanya berada dalam bahaya. Namun para eksekutif Facebook membiarkan dan memilih pertumbuhan dibandingkan keamanan penggunanya.

Facebook tidak menanggapi gugatan Rohingya itu. Perusahaan kini sedang berada di bawah tekanan di Amerika Serikat dan Eropa untuk menekan informasi palsu, terutama mengenai pemilihan umum dan virus corona.

Baca: Nestapa Pengungsi Rohingya di Tengah Pandemi Covid-19

CHANNEL NEWS ASIA

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Meta AI Resmi Diluncurkan, Ini Fitur-fitur Menariknya

10 hari lalu

Meta AI Resmi Diluncurkan, Ini Fitur-fitur Menariknya

Chatbot Meta AI dapat melakukan sejumlah tugas seperti percakapan teks, memberi informasi terbaru dari internet, menghubungkan sumber, hingga menghasilkan gambar dari perintah teks.

Baca Selengkapnya

PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

11 hari lalu

PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun meminta KPU untuk menunda penetapan hasil Pilpres 2024 sembari menunggu hasil gugatan PTUN, KPU menolak

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

14 hari lalu

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

14 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Besok Putusan Sengketa Pilpres, Sejumlah Hakim MK Ini Dulu Tolak Aturan Batas Usai Capres-Cawapres Diubah

14 hari lalu

Besok Putusan Sengketa Pilpres, Sejumlah Hakim MK Ini Dulu Tolak Aturan Batas Usai Capres-Cawapres Diubah

Empat hakim MK menolak perubahan aturan batas usai capres-cawapres. Siapa saja mereka?

Baca Selengkapnya

Selain Tim Cook, Siapa Saja Bos Perusahaan Teknologi Dunia yang Pernah Bertemu Jokowi?

17 hari lalu

Selain Tim Cook, Siapa Saja Bos Perusahaan Teknologi Dunia yang Pernah Bertemu Jokowi?

Selain CEO Apple Tim Cook, Jokowi tercatat beberapa kali pernah bertemu dengan bos-bos perusahaan dunia. Berikut daftarnya:

Baca Selengkapnya

Sudah Bisa Diakses, Facebook Bikin Pembaruan Fitur Video Jadi Mirip di TikTok

30 hari lalu

Sudah Bisa Diakses, Facebook Bikin Pembaruan Fitur Video Jadi Mirip di TikTok

Pada aplikasi TikTok telah menjadi pedoman tetap namun bagi Facebook, ini sebuah inovasi dan kemajuan.

Baca Selengkapnya

Korban Ledakan Depo Pertamina Plumpang Gugat Pertamina: Pak Jokowi Tolong Bantu Rakyat

30 hari lalu

Korban Ledakan Depo Pertamina Plumpang Gugat Pertamina: Pak Jokowi Tolong Bantu Rakyat

Korban ledakan Depo Pertamina Plumpang dan keluarganya hingga saat ini masih menuntut keadilan.

Baca Selengkapnya

Sekjen PBB akan Tunjuk Utusan Khusus untuk Atasi Krisis Myanmar

30 hari lalu

Sekjen PBB akan Tunjuk Utusan Khusus untuk Atasi Krisis Myanmar

Meluasnya konflik bersenjata di seluruh Myanmar membuat masyarakat kehilangan kebutuhan dasar dan akses terhadap layanan penting

Baca Selengkapnya