Kepala Peneliti WHO Sebut Varian Omicron Bisa Menjadi Dominan Gantikan Delta

Reporter

Tempo.co

Sabtu, 4 Desember 2021 09:00 WIB

Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan menghadiri konferensi pers yang diselenggarakan oleh Asosiasi Koresponden Perserikatan Bangsa-Bangsa (ACANU) Jenewa di tengah wabah COVID-19, yang disebabkan oleh virus corona baru, di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss, 3 Juli 2020.[Fabrice Coffrini/Kolam Renang via REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada konferensi hari Jumat bahwa varian Omicron dapat menjadi dominan karena sangat mudah menular, tetapi vaksin yang berbeda mungkin tidak diperlukan.

Soumya Swaminathan juga mengatakan terlalu dini untuk mengatakan apakah Omicron lebih ringan daripada varian lain dari virus corona, yang menyebabkan COVID-19 dan meragukan asal-usulnya, dengan mengatakan Omicron belum dipastikan muncul di Afrika selatan.

"Ada kemungkinan bahwa itu bisa menjadi varian dominan," kata Swaminathan, dikutip dari Reuters, 4 Desember 2021.

Ia mengatakan hal itu tidak mungkin untuk diprediksi. Varian Delta sekarang menyumbang 99% infeksi secara global, katanya.

Para ilmuwan di Uni Eropa dan Australia memperkirakan bahwa Omicron dapat menyebabkan lebih banyak infeksi daripada varian Delta dalam beberapa bulan.

Advertising
Advertising

Swaminathan mengatakan Omicron "sangat menular" dan mengutip data dari Afrika Selatan yang menunjukkan jumlah kasus berlipat ganda setiap hari.

"Seberapa khawatir kita harusnya? Kita harus siap dan berhati-hati, tidak panik, karena kita berada dalam situasi yang berbeda dengan tahun lalu," kata Swaminathan.

Dia mengatakan WHO pada tahap ini tidak dapat mengatakan bahwa Omicron adalah varian ringan, bahkan jika banyak infeksi sejauh ini telah dikaitkan dengan gejala yang kurang parah atau tanpa gejala sama sekali.

Belum ada bukti konklusif tentang dampak Omicron pada efektivitas antibodi.

"Tampaknya ia mampu mengatasi beberapa kekebalan alami dari infeksi sebelumnya," kata ilmuwan WHO itu, tetapi menambahkan bahwa vaksin tampaknya memiliki efek.

"Fakta bahwa mereka tidak jatuh sakit...itu berarti vaksin masih memberikan perlindungan dan kami berharap mereka akan terus memberikan perlindungan," kata Swaminathan.

Swaminathan berhati-hati tentang perlunya meningkatkan vaksin yang ada, mencatat bahwa vaksin booster yang ada mungkin cukup untuk melawan Omicron.

"Ada kemungkinan bahwa vaksin akan bekerja. Mungkin pada awalnya Anda memerlukan dosis ekstra untuk meningkatkan respons kekebalan," katanya.

Kelompok penasihat teknis WHO sedang mencoba mencari tahu apakah jenis vaksin baru diperlukan untuk melawan Omicron, katanya.

Warga Negara Asing (WNA) berjalan di area kedatangan internasional setibanya di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin, 29 November 2021. Pemerintah memberlakukan larangan WNA dari Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia dan Hongkong untuk masuk ke wilayah Indonesia. [ANTARA/Fauzan]

Berbicara kepada Reuters Next pada hari sebelumnya, CEO BioNTech Ugur Sahin mengatakan perusahaannya akan dapat mengadaptasi vaksinnya secara relatif cepat dalam menanggapi Omicron dan beberapa minggu ke depan akan menunjukkan betapa mendesaknya peningkatan diperlukan.

"Saya percaya pada prinsipnya pada titik waktu tertentu kita akan membutuhkan vaksin baru untuk melawan varian baru ini," kata Sahin.

Ditanya tentang perlunya booster vaksin tahunan, Swaminathan mengatakan WHO sedang mempersiapkan semua skenario, yang dapat mencakup dosis tambahan, terutama di antara beberapa kelompok umur atau bagian populasi yang rentan.

"Infeksi alami bertindak sebagai pendorong," katanya.

Swaminathan, seorang dokter anak berkualifikasi dari India, meragukan asal usul varian baru, yang pertama kali terdeteksi di Afrika bagian selatan, di mana jumlah kasus tertinggi juga tercatat.

"Dari mana asalnya? Kami tidak tahu," katanya sambil mencatat bahwa itu mungkin berasal dari negara-negara yang tidak memiliki sekuensing genom yang cukup.

"Kita mungkin tidak akan pernah tahu," katanya.

Larangan penerbangan oleh beberapa negara yang menargetkan Afrika Selatan tidak adil, kata Swaminathan, seraya menambahkan bahwa varian Omicron telah diidentifikasi di Afrika Selatan "karena pengurutan dan pengawasan genom yang sangat baik" di sana.

"Kami merasa tidak enak karena mereka dihukum karenanya," katanya.

WHO mengatakan pembatasan perjalanan dapat mengulur waktu tetapi bukan cara untuk memerangi varian Omicron, mendesak negara-negara untuk meningkatkan kapasitas perawatan kesehatan dan memvaksinasi populasi mereka, serta mendesak lebih banyak distribusi vaksi yang merata dan tes COVID-19.

Baca juga: Varian Omicron Memicu Risiko Infeksi Ulang 3 Kali Lipat Dibanding Varian Lain

REUTERS

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

11 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

22 jam lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

1 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

2 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

2 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

2 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

2 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

3 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya