Top 3 Dunia: Iran Sebut Bahrain Memalukan, Pemimpin Kudeta Guinea Jadi Presiden
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Minggu, 3 Oktober 2021 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 Dunia sepanjang hari kemarin dimulai dari Iran yang mengutuk pembukaan kantor kedubes Israel di Bahrain. Menurut Iran hal ini memalukan.
Berita lainnya adalah pemimpin kudeta militer di Guinea dilantik menjadi presiden dan terakhir yaitu alasan Indonesia khawatir terhadap pakta AUKUS. Berikut berita selengkapnya:
1. Iran Sebut Bahrain Memalukan Setelah Kedutaan Israel di Manama Diresmikan
Iran mengutuk pembukaan kedutaan besar Israel di Bahrain dan menyebutnya memalukan. Iran mengatakan kunjungan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid ke Bahrain pekan ini sebagai noda yang tak akan terhapus.
Pada Kamis lalu, Lapid secara resmi membuka kedutaan Israel di Manama. Ia juga bertemu dengan pejabat tinggi Bahrain setelah kedua negara itu sepakat untuk menormalkan hubungan diplomatik.
"Sambutan memalukan para pemimpin Bahrain ke rezim yang menduduki Jersualem. Ini bertentangan dengan kehendak rakyat Bahrain," ujar juru bicara kementerian luar negeri Iran Saeed Khatibzadeh dalam sebuah pernyataan.
"Kami mengutuk skema apa pun yang mendukung kehadiran destruktif Israel di kawasan itu," kata Saeed dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita resmi IRNA, dikutip oleh Reuters.
“Noda ini tidak akan terhapus dari reputasi penguasa Bahrain. Orang-orang di kawasan itu akan terus menentang proses normalisasi hubungan dengan rezim Zionis,” katanya. Bahrain yang diperintah Sunni menghadapi kerusuhan dengan komunitas Syiah di negara itu.
Dalam kunjungannya Kamis lalu, Lapid dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al Zayani mengunjungi kapal USS Pearl Harbor. Mereka bertemu dengan Wakil Laksamana Brad Cooper, pemimpin pasukan angkatan laut AS di wilayah tersebut.
“Israel, Bahrain, dan AS adalah mitra dalam visi dunia yang bebas,” tulis Lapid di Twitter.
Di hari yang sama, Lapid bertemu dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa di istana kerajaan. Ini adalah pertemuan publik pertama antara raja dan seorang pejabat Israel. Lapid juga bertemu dengan Salman bin Hamad Al Khalifa, perdana menteri dan putra mahkota.
Kesepakatan untuk menjalin hubungan dengan Bahrain adalah bagian dari Kesepakatan Abraham yang diprakarsai AS. Israel juga mengumumkan normalisasi hubungan dengan Uni Emirat Arab, Sudan dan Maroko.
<!--more-->
2. Pemimpin Kudeta Militer di Guinea Dilantik Jadi Presiden
Pemimpin kudeta militer di Guinea, Mamadi Doumbouya dilantik sebagai presiden sementara pada Jumat. Dia akan menjalankan pemerintahan transisi ke ke pemerintahan konstitusional setelah Presiden Alpha Conde digulingkan pada 5 September lalu.
Upacara pengambilan sumpah diadakan di Istana Mohamed V di ibukota Conakry. Sebagian besar kepala negara Afrika Barat tak hadir dalam acara tersebut dan sepakat menjatuhkan sanksi untuk anggota junta dan kerabat mereka.
Afrika Barat dan Tengah telah mengalami empat kudeta sejak tahun lalu. Memanasnya suhu politik meningkatkan kekhawatiran akan berkuasanya militer di wilayah yang kaya sumber daya alam namun dijerat kemiskinan tersebut.
Doumbouya disumpah dengan mengenakan seragam militer, baret merah, dan kacamata hitam dan mengenakan sarung tangan putih.
Dia berjanji untuk mengawasi transisi yang akan mencakup penyusunan konstitusi baru, memerangi korupsi, reformasi pemilu dan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan transparan.
Junta mengatakan anggotanya dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan berikutnya. Namun tak dijelaskan kapan larangan itu akan diberlakukan. Keputusa diambil oleh Dewan Nasional Transisi yang beranggotakan 81 orang.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat, sebuah blok regional, telah membekukan aset dan memberlakukan larangan perjalanan pada junta. Sanksi ini bertujuan agar demokrasi bisa kembali diberlakukan.
Para pemimpin kudeta militer mengatakan mereka menggulingkan Alpha Conde karena kekhawatiran tentang kemiskinan dan korupsi. Conde juga sedang menjalani masa jabatan ketiga setelah mengubah konstitusi.
Kekhawatiran bahwa krisis politik akan menghambat produksi bauksit Guinea, telah mereda. Operator asing terbesar di negara itu mengatakan mereka terus bekerja tanpa gangguan.
<!--more-->
3. Ini Alasan Indonesia Was-Was atas AUKUS dan Kapal Selam Nuklir Australia
Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jailani, mengatakan bahwa wajar bagi Indonesia merasa was-was terkait pembentukan kerja sama keamanan trilateral antara Australia, Inggris, Amerika Serikat atau AUKUS.
“Terdapat alasan-alasan logis bagi Indonesia untuk was-was karena tindakan yang diambil Australia akan mengubah situasi geopolitik di kawasan, ini akan menjadi faktor yang mendestabilisasi,” katanya dalam acara diskusi "AUKUS: Responses from Southeast Asia" yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia di Jakarta, Jumat, 1 Oktober 2021.
Australia menjalin kerja sama keamanan dengan Inggris dan Amerika Serikat, yang di dalamnya Australia menyepakati pembuatan kapal selam bertenaga nuklir untuk memperkuat angkatan lautnya.
Menurut Jailani, langkah tersebut akan menjadi faktor yang menyebabkan destabilisasi.
Jailani menekankan bahwa pembentukan kerja sama AUKUS merupakan isu yang penting bagi Indonesia.
“Tak hanya karena Australia merupakan tetangga dekat kami, tapi karena AUKUS juga memunculkan kekhawatiran bahwa persenjataan yang ditandai dengan meningkatnya proyeksi kekuatan di wilayah kita sudah dekat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jailani mengatakan Indonesia telah menegaskan posisinya terkait situasi geopolitik di kawasan.
“Indonesia merupakan negara pertama di kawasan untuk mengingatkan Australia atas kewajiban regionalnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan,” katanya.
Pada saat yang sama, Indonesia juga menekankan kewajiban semua pihak terkait untuk menghormati hukum internasional.
“Indonesia selalu bekerja keras untuk menghindari terseret ke ketegangan geopolitik atau dipaksa mengambil posisi partisan, dan untuk alasan itu, Indonesia menyerukan pada Australia untuk menjaga komitmen terkait keamanan dan stabilitas serta keamanan regional,” katanya.
Asean tidak satu suara menyikapi AUKUS ini. Indonesia dan Malaysia keberatan, sedangkan Singapura dan Filipina mendukung.
REUTERS | BARRONS.COM | ANTARA