Pelaku Teror di Mal Selandia Baru Pernah Dipenjara dan Simpatisan ISIS
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Sabtu, 4 September 2021 22:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menembak mati pelaku teror serangan dengan pisau pada pengunjung di sebuah supermarket di Auckland, Selandia Baru, Jumat, 3 September 2021.
Pria berumur 32 tahun warga negara Sri Lanka itu, sebelumnya pernah dihukum dan dipenjara sekitar tiga tahun sebelum dibebaskan pada bulan Juli lalu.
Akibat serangan itu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berjanji memperketat undang-undang kontraterorisme. "Saya berkomitmen, bahwa segera setelah parlemen sidang, kami akan menyelesaikan pekerjaan itu - itu berarti bekerja untuk meloloskan undang-undang sesegera mungkin, dan paling lambat akhir bulan ini," kata Ardern pada konferensi pers, Sabtu, seperti dikutip Aljazeera.
Ardern sebelumnya mengatakan, bahwa pria itu terinspirasi oleh kelompok bersenjata ISIL (ISIS) dan dipantau terus-menerus.
RUU Perundang-undangan Kontra Teror memasukkan perencanaan dan persiapan yang mungkin mengarah pada serangan sebagai tindak kriminal, sehingga bisa menutup celah yang memungkinkan komplotan teror untuk tetap bebas.
Tetapi Ardern mengatakan tidak adil untuk berasumsi bahwa undang-undang yang lebih ketat akan membuat perbedaan dalam kasus ini.
“Ini adalah individu yang sangat termotivasi yang menggunakan kunjungan ke supermarket sebagai tameng untuk serangan. Itu adalah situasi yang sangat sulit,” katanya.
Ardern mengatakan, penyerang itu telah menjadi perhatian polisi pada tahun 2016 karena dukungannya terhadap ideologi kekerasan yang terinspirasi oleh ISIL.
Polisi mengikuti pria itu ketika dia pergi ke supermarket Countdown di mal New Lynn di Auckland. Polisi mengira dia pergi berbelanja, tetapi setelah mengambil pisau dari rak pajangan dia langsung melakukan serangan ke pengunjung di sekitarnya.
Polisi menembaknya dalam satu menit setelah awal serangan.
Pria itu tiba di Selandia Baru pada 2011 dengan visa pelajar dan tidak diketahui memiliki pandangan ekstrem.
Dia menjadi perhatian polisi pada tahun 2016 setelah dalam sebuah unggahan di Facebook menyatakan simpati atas serangan, video kekerasan terkait perang, dan komentar yang menganjurkan kekerasan.
Pada Mei 2017, pria itu ditangkap di bandara Auckland karena pihak berwenang yakin dia akan bepergian ke Suriah. Dia didakwa tetapi dibebaskan dengan jaminan. Saat itu, polisi menyita pisau berburu dari rumahnya.
Pada Agustus 2018, dia kembali membeli pisau dan ditangkap serta dipenjara. Dia dibebaskan pada Juli tahun ini ketika pengawasan dimulai, kata Ardern.
Ardern diberi pengarahan tentang kasus tersebut pada akhir Juli dan pada akhir Agustus dan para pejabat, termasuk komisaris polisi, mengangkat kemungkinan untuk mempercepat amandemen undang-undang kontraterorisme.
Ardern mengatakan penyerang tidak dideportasi, karena hal itu akan melanggar perintah pengadilan, yang juga mencegahnya mengidentifikasi pelaku.
Ardern tidak bersedia menyebut nama pelaku. “Tidak ada teroris, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, yang pantas namanya disebutkan karena keburukan yang mereka lakukan,” katanya.
Pengelola supermarket Countdown mengatakan pada hari Sabtu bahwa mereka telah mengeluarkan pisau dan gunting dari rak, serta sedang mempertimbangkan apakah akan terus menjualnya.
"Kami ingin semua tim kami merasa aman ketika mereka datang untuk bekerja," kata Kiri Hannifin, manajer umum Countdown untuk keselamatan, dalam sebuah pernyataan media.
Jaringan supermarket lain di Selandia Baru juga telah mengeluarkan pisau tajam dari rak mereka, lapor media.