Beheshta Arghand, Wartawati Pertama Pewawancara Taliban Akhirnya Mengungsi
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 2 September 2021 10:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pembawa berita Tolo News, Afghanistan, Beheshta Arghand, sempat menjadi sorotan ketika dia mewawancarai pimpinan Taliban hanya beberapa hari setelah mereka menguasai Kabul.
Dua minggu kemudian, dia akhirnya meninggalkan negaranya di tengah ketakutan akan keselamatannya, demikian dilaporkan BBC, Rabu (1/9/2021).
Kepada Reuters, Arghand yang kini berada di Doha, Qatar, menceritakan bagaimana detik-detik mengejutkan ketika tiba-tiba pentolan Taliban muncul di studio televisi Tolo News, dua hari setelah menjatuhkan pemerintahan Afghanistan pada 15 Agustus 2021.
Arghand mengatakan, ia harus mengatur nafasnya dan menyesuaikan jilbabnya agar terlihat lebih seperti jilbab tradisional yang pas ketika seorang pejabat Taliban muncul, tanpa diundang, di studionya, meminta untuk diwawancarai.
Itu hanya dua hari setelah Taliban mengambil alih Kabul. Dia melihat ke bawah ke tubuhnya untuk memastikan tidak ada bagian lain yang terlihat dan mulai melontarkan pertanyaannya.
Wawancara langsungnya menjadi berita utama di seluruh dunia saat ia menjadi jurnalis wanita Afghanistan pertama yang menanyai anggota kelompok garis keras itu.
"(Untungnya) saya selalu mengenakan pakaian panjang di studio karena kami menghadapi orang dengan pikiran yang berbeda," kata wanita berusia 23 tahun itu kepada Reuters di Doha, tempat dia tinggal sejak melarikan diri dari Afghanistan pada 24 Agustus dengan bantuan peraih Nobel, Malala Yousafzai.
"Taliban tidak bisa menerima perempuan. Ketika sekelompok orang tidak menerima Anda sebagai manusia, mereka memiliki gambaran di benak mereka tentang Anda, itu sangat sulit," katanya.
Wawancara itu, bagian dari kampanye media Taliban yang lebih luas, bertujuan untuk menunjukkan wajah yang lebih moderat karena mereka berjanji akan menghormati hak-hak perempuan dan memasukkan faksi-faksi Afghanistan lainnya dalam kesepakatan pembagian kekuasaan.
Arghand berada di lokasi syuting ketika pejabat Taliban tiba.
"Saya melihat mereka datang (ke stasiun televisi). Saya kaget, saya kehilangan kendali ... saya berkata pada diri sendiri bahwa mungkin mereka datang untuk bertanya mengapa saya ada di studio," katanya.
Berikutnya: Mimpi Buruk
<!--more-->
Itu sekitar seminggu sebelum hidupnya berubah menjadi mimpi buruk, katanya.
Dia mengatakan Taliban memerintahkan bos di Tolo News untuk membuat ketentuan bahwa semua wanita harus mengenakan jilbab tetapi membiarkan wajah tidak tertutup, serta melarang wanita menjadi pembaca berita di stasiun lain.
Dia mengatakan kelompok Islam itu juga meminta media lokal untuk berhenti memberitakan tentang pengambilalihan dan kekuasaan mereka.
"Bila Anda tidak bisa (bahkan) mengajukan pertanyaan dengan mudah, bagaimana Anda bisa menjadi jurnalis," kata Arghand.
Banyak rekannya telah pergi ke luar negeri pada saat itu meskipun Taliban menjamin kebebasan pers dan perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan.
Dia akhirnya memutuskan meninggalkan Afghanistan bersama ibu dan saudaranya. Mereka bergabung dengan puluhan ribu orang asing dan warga Afghanistan dalam evakuasi kacau yang dipimpin AS.
"Saya menelepon Malala dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya," katanya. Dia mengatakan Malala Yousafzai, yang pernah dia wawancarai, membantu memasukkannya ke dalam daftar pengungsi Qatar.
Yousafzai, yang telah berbicara tentang keprihatinannya terhadap keselamatan perempuan dan anak perempuan khususnya setelah pengambilalihan itu, selamat dari tembakan oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada 2012, setelah dia berkampanye melawan pembatasan pendidikan bagi perempuan.
Arghand mengatakan dia menyadari betapa dia mencintai negaranya Afghanistan dan profesi yang dia pilih. "Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri bahwa sekarang Anda tidak punya apa-apa," katanya.
REUTERS | BBC