Vietnam Punya Pasukan Siber Influencer dan Buzzer untuk Bungkam Kritik
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Jumat, 9 Juli 2021 18:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Di Vietnam, di mana negara sedang berperang sengit secara online melawan perbedaan pendapat politik, "influencer" media sosial lebih cenderung menjadi tentara daripada selebriti.
Force 47, sebutan untuk unit perang informasi online tentara Vietnam, terdiri dari ribuan tentara yang ditugaskan untuk mengatur, memoderasi, dan menunggah konten di grup Facebook pro-negara, untuk mengoreksi "pandangan yang salah" di media sosial.
Menurut tinjauan Reuters terhadap laporan dan siaran media pemerintah tingkat provinsi oleh stasiun televisi resmi tentara, Force 47 sejak didirikan pada tahun 2016 membuat ratusan grup dan halaman Facebook, dan menerbitkan ribuan artikel dan konten pro-pemerintah.
Peneliti media sosial mengatakan kelompok itu mungkin jaringan pengaruh terbesar dan tercanggih di Asia Tenggara. Kelompok ini sekarang memainkan peran penting dalam konflik intensif negara dengan Facebook.
Dikutip dari Reuters, 9 Juli 2021, sumber Facebook mengatakan perusahaan telah menghapus grup bernama "E47", yang telah memobilisasi anggota militer dan non-militer untuk melaporkan konten yang tidak mereka sukai ke Facebook dalam upaya untuk menghapusnya. Sumber itu mengatakan kelompok itu terhubung dengan daftar kelompok Force 47 yang diidentifikasi oleh Reuters.
Seorang juru bicara Facebook mengonfirmasi bahwa beberapa grup dan akun dihapus pada hari Kamis karena mengkoordinasikan gerakan untuk melaporkan konten secara massal. Sebuah sumber perusahaan mengatakan tindakan itu adalah salah satu pencopotan terbesar Facebook yang dimulai di bawah kebijakan pelaporan massalnya.
Tetapi banyak dari akun dan kelompok Force 47 yang diidentifikasi oleh Reuters tetap aktif karena mereka dioperasikan oleh pengguna dengan nama asli mereka, mereka tidak melanggar kebijakan Facebook, kata sumber Facebook.
Kementerian luar negeri Vietnam, yang menangani pertanyaan kepada pemerintah dari media asing, tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pencopotan tersebut.
Tidak seperti di negara tetangga Cina, Facebook tidak diblokir di Vietnam, di mana ia memiliki 60 juta hingga 70 juta pengguna. Ini adalah platform utama Vietnam untuk e-commerce dan menghasilkan sekitar US$1 miliar (Rp14,5 triliun) pendapatan tahunan untuk perusahaan.
Facebook juga telah menjadi platform utama untuk perbedaan pendapat politik. Facebook dan pemerintah Vietnam sering berselisih atas penghapusan konten yang dianggap "anti-negara".
<!--more-->
Vietnam telah mengalami reformasi ekonomi dan perubahan sosial dalam beberapa dekade terakhir, tetapi Partai Komunis yang berkuasa mempertahankan cengkeraman atas media dan menoleransi sedikit perbedaan pendapat.
Tahun lalu, Vietnam memperlambat lalu lintas di server lokal Facebook sampai Facebook setuju untuk secara signifikan meningkatkan sensor konten politik di Vietnam. Beberapa bulan kemudian, pihak berwenang mengancam akan menutup Facebook di Vietnam sepenuhnya jika tidak secara lokal membatasi akses ke lebih banyak konten.
Dalam sebuah pernyataan kepada Reuters, juru bicara Facebook mengatakan tujuan perusahaan adalah untuk menjaga layanannya di Vietnam online untuk sebanyak mungkin orang untuk mengekspresikan diri, terhubung dengan teman dan menjalankan bisnis mereka.
"Kami telah terbuka dan transparan tentang keputusan kami dalam menanggapi peningkatan pesat dalam upaya untuk memblokir layanan kami di Vietnam," kata juru bicara Facebook.
Vietnam tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan "Great Firewall" seperti Cina dan mengembangkan alternatif media sosial lokal, kata Dien Luong, seorang peneliti di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.
"Ini telah membuka jalan bagi Facebook untuk menjadi platform pilihan bagi Force 47 untuk menjaga garis partai, membentuk opini publik, dan menyebarkan propaganda negara," katanya.
Tidak ada definisi resmi tentang apa yang dimaksud dengan "pandangan salah" di Vietnam. Tetapi para aktivis, jurnalis, blogger dan banyak pengguna Facebook, semuanya telah menerima hukuman penjara yang berat dalam beberapa tahun terakhir karena menyebarkan "propaganda anti-negara", atau opini yang bertentangan partai.
Pekan lalu, Le Van Dung, seorang aktivis terkemuka yang secara teratur menyiarkan konten video langsung ke ribuan pengikut di Facebook, ditangkap setelah lebih dari sebulan dalam pelarian, menurut polisi.
Dung, yang dikenal dengan "Le Dung Vova" ditahan dengan tuduhan "membuat, menyimpan, menyebarkan informasi, materi, dan barang-barang untuk tujuan menentang negara", berdasarkan Pasal 117 KUHP Vietnam.
Dia menghadapi hukuman 20 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Force 47 mengambil namanya dari Directive 47, sebuah dokumen kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Politik Umum Angkatan Darat pada 8 Januari 2016. Analis mengatakan itu dibuat sebagai alternatif untuk mempekerjakan unit "pembentuk opini" sipil atau "du luan vien", yang telah beroperasi pada skala yang lebih kecil dan kurang berhasil.
"Karena 'du luan vien' tidak terlatih dengan baik dalam ideologi Partai atau sekonservatif pejabat militer, kinerja mereka tidak sebaik yang diharapkan," kata Nguyen The Phuong, seorang peneliti di Saigon Center for International Studies. "Force 47 juga lebih murah. Para pejabat militer menganggapnya sebagai bagian dari pekerjaan mereka dan tidak meminta uang saku."
Ukuran Force 47 tidak jelas, tetapi pada tahun 2017, jenderal yang bertanggung jawab atas unit saat itu, Nguyen Trong Nghia, mengatakan bahwa mereka memiliki 10.000 anggota "merah dan kompeten". Jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi: tinjauan Reuters terhadap grup Facebook Force 47 yang diketahui menunjukkan puluhan ribu pengguna.
Sumber Facebook mengatakan kelompok E47 yang sudah diblokir terdiri dari keanggotaan aktif anggota militer dan non-militer.
Nghia sekarang mengepalai lengan propaganda utama Partai. Kementerian informasi Vietnam baru-baru ini mengumumkan kode etik media sosial yang sangat mirip dengan arahan Force 47, mendesak orang untuk mengunggah konten "baik" dan melarang apa pun yang memengaruhi "kepentingan negara."
Pada bulan Maret, konferensi diadakan di pangkalan militer di seluruh Vietnam untuk menandai lima tahun sejak pembentukan Force 47.
Media pemerintah melaporkan tentang pertemuan tersebut yang menyebutkan setidaknya 15 halaman Facebook dan grup yang dikatakan dikendalikan oleh Force 47 yang secara kolektif memiliki lebih dari 300.000 pengikut, menurut analisis Reuters terhadap grup tersebut.
Alih-alih menjadi satu unit tentara, tentara Force 47 tampaknya melakukan aktivitas mereka di samping tugas mereka yang biasa dan membuat konten yang ditargetkan secara lokal, ungkap laporan tersebut.
Selain Facebook, Force 47 membuat alamat email Gmail dan Yahoo anonim, dan akun di YouTube dan Twitter Google, menurut laporan tersebut.
YouTube mengatakan telah menghentikan sembilan kanal pada hari Jumat karena melanggar kebijakannya tentang spam, termasuk saluran yang diidentifikasi oleh Reuters sebagai operasi Force 47 yang dicurigai.
Twitter mengatakan belum melihat aktivitas apa pun oleh Force 47.
Banyak grup Facebook yang ditinjau oleh Reuters memainkan sentimen patriotik dengan nama-nama seperti "Saya cinta Republik Sosialis Vietnam", "Vietnam di Hatiku", "Suara Tanah Air" dan "Percaya pada Partai".
Beberapa kelompok, seperti "Berteman dengan Force 47" dan "Roses of Force 47" terlihat jelas dalam afiliasi mereka, sementara yang lain seperti "Pink Lotus" dan beberapa kelompok yang menggunakan nama kota lokal dalam gelar mereka adalah kelompok yang lebih halus.
Isinya bervariasi, dengan banyak yang memuji tentara Vietnam, pemimpin pendiri Ho Chi Minh, atau ketua Partai Nguyen Phu Trong. Yang lain menunjukkan tangkapan layar "informasi salah" yang diunggah oleh pengguna Facebook lain, ditandai dengan "X" merah besar.
"Perkembangan yang terjadi di Vietnam ini menakutkan dan telah berkembang dengan impunitas," kata Dhevy Sivaprakasam, penasihat kebijakan Asia-Pasifik di kelompok hak internet Access Now.
Baca juga: Netizen Vietnam Diminta Gunakan Identitas Asli dan Berkata Baik
REUTERS