Raja Thailand Maha Vajiralongkorn menyapa warga saat meresmikan stasiun kereta bawah tanah di Bangkok, Thailand, 14 November 2020. Royal Household Bureau/Handout via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Google menurunkan dua dokumen Google Maps yang menampilkan nama serta alamat ratusan warga Thailand yang dituduh mengkritik Monarki. Adapun kedua dokumen tersebut diciptakan oleh aktivis pro Monarki, Songklod "Pukem" Chuenchoopol, bersama 80 sukarelawan. Mereka berniat melaporkan ratusan data itu ke polisi atas tuduhan menghina Kerajaan.
"Kami telah menurunkan file di map. Kami memiliki aturan yang jelas soal user-generated content apa yang diperbolehkan ada di Google Maps," ujar juru bicara Alphabet, induk perusahaan Google, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 28 Juni 2021.
Dalam salah satu dokumen, menurut laporan Reuters, tercatat ada 500 nama warga Thailand. Kebanyakan di antaranya adalah pelajar. Adapun data-data mereka yang dipublikasikan meliputi nama, alamat, serta foto di mana bagian muka mereka ditutupi garis hitam dan angka "112".
Angka 112 mengacu pada pasal di kitab undang-undang hukum pidana Thailand yang mengatur hinaan atau ujaran kebencian kepada Monarki. Mereka yang ketahuan melanggar pasal itu bisa dihukum penjara maksimal 15 tahun. Itulah hukuman yang diincar aktivis pro-Monarki untuk oposisi.
Fitur Live View Google Maps. Kredit: Google
"Kami sejak awal berniat untuk mempublikasikan nama-nama mereka yang melanggar hukum. Setiap kali kami menemukan postingan yang melanggar di media sosial, kami memasukkan data pengunggah postingan ke peta," ujar Chuenchoopol yang juga veteran militer berusia 54 tahun.
Sebelum dokumen di-takedown oleh Google, sebanyak 350 ribu orang sudah melihat ratusan nama oposisi yang ada. Walau begitu, per berita ini ditulis, belum ada kabar apakah ada oposisi yang langsung diincar atau ditangkap oleh Kepolisian Thailand.
Berbagai organisasi HAM mengaku khawatir akan keselamatan pihak oposisi. Menurut mereka, data yang dipakai oleh Chuenchoopol dan timnya berpotensi menaruh para oposisi dalam posisi bahaya.
"Saya menerima pesan-pesan panik dari remaja-remaja di Thailand yang data dirinya tersebar ke publik via Google Maps dan dituduh anti-monarki. Remaja Thailand yang menuntut demokrasi dalam posisi yang kian berbahaya," ujar aktivis oposisi asal Skotlandia, Andrew MacGregor.
Diberitakan sebelumnya, Monarki Thailand ikut terseret dalam aksi unjuk rasa warga melawan junta. Raja Maha Vajiralongkorn dianggap tidak pro rakyat dan lebih mementingkan kepentingan diri sendiri. Beberapa di antaranya adalah amandemen Konstitusi Thailand serta perubahan status kepemilikan aset-aset kerajaan yang sebelumnya berstatus milik publik.
Piala Thomas 2024: Fajar / Rian Akui Tak Bisa Bermain dengan Nyaman saat Dikalahkan Wakil Thailand
3 hari lalu
Piala Thomas 2024: Fajar / Rian Akui Tak Bisa Bermain dengan Nyaman saat Dikalahkan Wakil Thailand
Kekalahan Fajar / Rian dari Peeratchai Sukphun / Pakkapon Teeraratsakul membuat skor Indonesia vs Thailand di fase grup Piala Thomas 2024 sementara imbang 1-1.