Sudan Liberalisasi Harga BBM, Cabut Subsidi Bensin dan Solar
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Kamis, 10 Juni 2021 16:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sudan sepenuhnya meliberalisasi harga bensin dan solar pada hari Selasa dengan mencabut subsidi BBM.
Kementerian Keuangan Sudan mengatakan harga sebelumnya akan dibatalkan dan memberikan harga baru yang dikatakan sejalan dengan biaya impor.
Langkah ini adalah upaya reformasi agresif Sudan yang dipantau IMF dengan harapan dapat membalikkan perekonomiannya dan menarik keringanan utang dan pembiayaan baru, menurut laporan Reuters, 10 Juni 2021.
Namun reformasi telah menyusahkan masyarakat dan inflasi tahunan naik menjadi 363% pada April. Pejabat Sudan dan IMF mengatakan reformasi, yang mencakup devaluasi mata uang yang tajam, akan menyebabkan harga naik dan menambah tekanan pada warga.
Langkah Selasa adalah yang terbaru dari serangkaian kenaikan harga BBM. Kementerian keuangan mengatakan bahwa harga ke depan akan ditentukan oleh biaya impor serta transportasi, pajak, dan margin keuntungan.
Harga bensin akan naik dari 150 pound Sudan (Rp5.016) per liter menjadi 290 pound Sudan (Rp9.699), sedangkan harga solar akan naik menjadi 285 pound Sudan (Rp9.531) per liter dari 125 pound Sudan (Rp4.180), kata kementerian keuangan, dilaporkan Reuters.
Namun kementerian tidak memberikan harga untuk bensin yang diproduksi di dalam negeri, yang biasanya dipasok dengan biaya lebih rendah di stasiun pengisian BBM tertentu.
Pemberian subsidi langsung ke sektor pertanian, listrik, dan transportasi untuk mengimbangi beban harga bahan bakar yang dirasionalkan akan dipelajari, terang kementerian.
Subsidi bahan bakar merugikan Sudan US$ 1 miliar (Rp14,2 triliun) per tahun dan menguntungkan kelas menengah dan atas daripada mereka yang berpenghasilan rendah, kata kementerian keuangan.
"Setelah liberalisasi harga, (harga BBM) Sudan tetap menjadi yang termurah ke-6 dari 42 negara Afrika, karena banyak negara memberlakukan pajak bahan bakar yang tinggi," kata kementerian. Para penentang reformasi mengatakan efeknya jatuh secara tidak proporsional pada orang miskin.
Sudan terus mensubsidi gas untuk memasak dan minyak tungku, serta gandum dan obat-obatan, meskipun sering terjadi kelangkaan komoditas tersebut. Orang Sudan yang ingin mengisi bensin atau solar biasanya harus menunggu antrean panjang.
Baca juga: Sudan Mau Cabut Undang-undang Boikot Israel untuk Normalisasi Hubungan
REUTERS