Uni Eropa Meragukan Rencana Pembagian Akses ke Paten Vaksin COVID-19

Minggu, 9 Mei 2021 07:00 WIB

Petugas kargo memasukkan kontainer berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca ke atas truk setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu 8 Mei 2021. Sebanyak 1,3 juta vaksin COVID-19 AstraZeneca tiba di Indonesia melalui jalur multilateral yakni melalui skema Covax facility dan selanjutnya akan diproses di Bio Farma, Kota Bandung. ANTARA FOTO/Fauzan

TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa belum sepenuhnya sreg dengan usulan pemberian akses ke paten vaksin COVID-19. Dikutip dari kantor berita Reuters, Uni Eropa masih meragukan efektivitas usulan yang muncul dalam rapat tahunan Organisasi Dagang Dunia tersebut. Walau begitu, Uni Eropa menyatakan siap terlibat dalam diskusi lebih lanjut demi langkah yang lebih tegas ke depannya.

"Menurut kami, jalan untuk melawan pandemi COVID-19 masih dengan meningkatkan produksi vaksin serta mengangkat pembatasan ekspor pada negara-negara produsen vaksin," ujar Pemimpin Uni Eropa, Charles Michel, Sabtu, 8 Mei 2021.

Diberitakan sebelumnya, usulan pembagian akses ke paten vaksin COVID-19 muncul seiring dengan memburuknya situasi pandemi. Beberapa negara yang kesulitan mendapatkan vaksin COVID-19 meminta akses ke paten agar mereka bisa memproduksi vaksin mereka sendiri. Kekhawatiran mereka, jika menunggu sampai suplai vaksin COVID-19 cukup, situasi pandemi di wilayah mereka sudah terlalu sulit untuk dikendalikan.

India adalah salah satu negara yang mengusulkan paten vaksin COVID-19 dibuka ke publik. Sebagaimana diketahui, India tengah menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19 dengan jumlah kasus lebih dari 300 ribu per hari. Hal itu membuat mereka tak hanya kehabisan oksigen bantuan serta tempat tidur di rumah sakit, tetapi juga vaksin COVID-19. Bahkan, beberapa pusat vaksinasi sampai harus tutup.

Nah, upaya India untuk mendapatkan akses ke paten vaksin COVID-19 mendapat sorotan lebih setelah Amerika menyatakan dukungan atas usulan itu. Presiden Joe Biden mengaanggap langkah itu perlu dipertimbangkan demi menyeterakan akses ke vaksin COVID-19. Walau begitu, Joe Biden menegaskan hal itu harus dicapai via Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Seorang polisi meminta orang-orang yang datang mengantre vaksinasi untuk pergi saat mereka berdiri di luar gerbang pusat vaksinasi Covid-19 yang ditutup karena tidak tersedianya pasokan vaksin Covid-19, di Mumbai, India, 3 Mei 2021. [REUTERS / Francis Mascarenhas]

Tidak semua pihak sepakat dengan dukungan yang diberikan Amerika. Ada yang menentanganya, ada juga yang meragukannya. Para produsen vaksin COVID-19 jelas menentangnya karena mereka telah merogoh kocek dalam jumlah besar untuk penelitian, pengembangan, dan produksi vaksin COVID-19. Di sisi lain, mereka juga untung besar dari penjualan vaksin.

Uni Eropa, seperti yang disampaikan Charles Michel, berada dalam pihak yang meragukannya. Menurut Uni Eropa, memberikan akses ke paten vaksin COVID-19 tak akan serta merta membuat penanganan pandemi lebih mulus. Di sisi lain, hal itu akan memakan waktu lebih lama mengingat negosiasi harus dilakukan di berbagai tingkatan.

"Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan persetujuan di WTO akan lama...Dari sisi kekayaan intelektrual, ini juga bukan solusi ajaib dalam jangka pendek. Namun, kami siap terjun langsung ke topik ini begitu ada proposal yang konkrit," ujar Michel.

Di Uni Eropa, negara-negara anggota yang skeptis adalah Portugal, Estonia, Belgia, Irlandia, dan masih banyak lagi. Walau begitu, tidak sedikit juga yang mendukung seperti Yunani, Italia, dan Prancis. Mereka mengusulkan pembagian akses ke paten dalam skala dan jangka waktu terbatas.

"Kita perlu memulai debat soal mengulangi apa yang kita lakukan dulu ketika HIV menjadi ancaman besar. Kala itu, kekayaan intelektual menjadi sumber penghalang. Perlu ada jalan untuk mengangkat penghalang (dalam kasus vaksin COVID-19), namun dalam skala terbatas," ujar Presiden Prancis Emmanuel Macron soal hak paten vaksin COVID-19.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengeluhkan bahwa distribusi vaksin COVID-19 masih jauh dari ideal. Sebab, mayoritas suplai masih dikuasai negara-negara kaya, bukan negara-negara berkembang.

Baca juga: Berubah Sikap, Amerika Dukung Pemberian Paten Vaksin COVID-19 ke Negara Miskin

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

31 menit lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

10 jam lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Cemas TikTok Lakukan Pelanggaran

1 hari lalu

Uni Eropa Cemas TikTok Lakukan Pelanggaran

Ursula von der Leyen mengakui TikTok telah menimbulkan ancaman, namun dia tidak menjelaskan lebih detail.

Baca Selengkapnya

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

1 hari lalu

Untuk Pertama Kali, AstraZeneca Akui Vaksin Covidnya Punya Efek Samping Langka

Perusahaan farmasi AstraZeneca digugat dalam gugatan class action atas klaim bahwa vaksin Covid-19 produksinya menyebabkan kematian dan cedera serius

Baca Selengkapnya

Invasi Rusia di Ukraina Dorong Kemungkinan Ekspansi Uni Eropa

2 hari lalu

Invasi Rusia di Ukraina Dorong Kemungkinan Ekspansi Uni Eropa

Presiden Dewan Eropa mengatakan invasi Rusia ke Ukraina akan memberi dorongan bagi upaya Uni Eropa untuk menerima lebih banyak anggota.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

5 hari lalu

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

Amerika Serikat diklaim mendukung penundaan kebijakan UU Anti Deforestasi Uni Eropa yang dianggap merugikan sawit Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

6 hari lalu

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

Pemblokiran Israel terhadap penyelidik internasional memasuki Jalur Gaza menghambat penyelidikan independen atas kuburan massal yang baru ditemukan

Baca Selengkapnya

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

6 hari lalu

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka resmi dalam penyelidikan korupsi bernilai jutaan dolar

Baca Selengkapnya