Protes Kudeta, Serikat Pekerja Myanmar Serukan Mogok Nasional

Senin, 8 Maret 2021 05:30 WIB

Para pengunjuk rasa yang mengenakan topeng yang menggambarkan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, memberikan hormat tiga jari saat mereka mengambil bagian dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. REUTERS/Stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Myanmar tidak mau ketinggalan ikut menentang kudeta yang terjadi di sana. Ahad kemarin, 7 Maret 2021, mereka menyerukan gerakan mogok nasional yang akan efektif dimulai Senin ini. Tujuannya, untuk menghentikan secara paksa kegiatan ekonomi di Myanmar yang pada akhirnya akan mendorong junta militer menghentikan kudeta.

Dikutip dari Channel News Asia, sembilan organisasi di bawah bendera Serikat Pekerja Myanmar sudah menyatakan akan ikut dalam gerakan itu. Adapun mereka berharap hal itu akan memicu langkah serupa dari organisasi-organisasi lainnya.

"Gerakan mogok ini akan meningkatkan kemungkinan mereka yang di sektor swasta pun juga akan mau terlibat (gerakan menentang kudeta). Menurut kami ini strategi yang masuk akal untuk menekan Militer Myanmar," ujar Direktur Program dan Regional Solidarity Center, Andrew Tillet Seks, Ahad kemarin.

Pihak Militer Myanmar belum menanggapi hal tersebut. Adapun jika kegiatan ekonomi benar-benar terhenti akibat mogok nasional, maka hal itu akan menjadi pukulan berikutnya terhadap Militer Myanmar.

Per berita ini ditulis, situasi di Myanmar masih panas. Warga-warga terus menggelar unjuk rasa, mendesak Militer Myanmar untuk segera mengakhiri kudeta dan membebaskan para tahanan politik. Namun, Militer Myanmar bergeming dan malah menembaki warga yang berdemo.

Menurut laporan PBB, aksi Militer Myanmar tersebut sudah memakan banyak korban jiwa. Jumlahnya kurang lebih 54 orang. Di sisi lain, Militer Myanmar juga sudah menculik lebih dari 1700 orang yang terdiri atas aktivis hingga pejabat negara.

Kondisi di Myanmar tak ayal mendorong berbagai negara mengambil sikap tegas seperti pemberian sanksi. Amerika bahkan baru saja memberikan sanksi baru berupa pemblokiran aktivitas dagang Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan dua konglomerasi militer. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL). Pemblokiran efektif per Senin ini.

Khususu MEC dan MEHL, selama ini keduanya digunakan Militer Myanmar sebagai sumber uang mereka. Via keduanya, Militer Myanmar mengendalikan industri-industri yang menguntungkan mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, serta real estate.

Pemblokiran aktivitas dagang tersebut, apabila dikombinasikan dengan mogok nasional, bisa memiskinkan Militer Myanmar untuk memaksa mereka menghentikan kudeta. Namun, sejauh ini, Militer Myanmar optimistis bakal bisa bertahan. Militer Myanmar mengaku sudah terbiasa dengan sanksi dan bakal bertahan dengan sekutu-sekutu setianya.

Baca juga: Dua Perusahaan yang Terkait Militer Myanmar Diblokir Amerika Serikat

ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA

Berita terkait

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

1 jam lalu

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

Hasil riset Serikat Pekerja Kampus: sebagian besar dosen terpaksa kerja sampingan karena gaji dosen masih banyak yang di bawah Rp 3 juta.

Baca Selengkapnya

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

7 jam lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

1 hari lalu

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

Serikat buruh dan pekerja menyoroti soal UU Cipta Kerja, outsourcing, dan upah murah pada peringatan Hari Buruh Internasional 2024. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

1 hari lalu

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia kembali menuntut pencabutan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

1 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

Aliansi Perempuan Indonesia akan Turun Aksi di Hari Buruh Sedunia

2 hari lalu

Aliansi Perempuan Indonesia akan Turun Aksi di Hari Buruh Sedunia

Mereka akan bergabung dengan kelompok-kelompok buruh lainnya yang juga melakukan aksi Hari Buruh di tempat yang sama.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

6 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Tidak Demo di Hari Buruh, Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN Gelar Aksi Sosial dan Diskusi

7 hari lalu

Tidak Demo di Hari Buruh, Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN Gelar Aksi Sosial dan Diskusi

Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN sepakat akan mengisi hari buruh dengan aksi sosial dan diskusi.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

8 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

8 hari lalu

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.

Baca Selengkapnya