TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat pada Kamis memblokir kementerian pertahanan dan dalam negeri serta konglomerat terkait militer Myanmar dari jenis perdagangan tertentu, untuk menghukum kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap pengunjuk rasa antikudeta.
Amerika Serikat juga telah memasukan Myanmar untuk daftar sanksi Military End User (MEU), yang mewajibkan pemasok AS untuk mencari lisensi AS yang sulit diperoleh, untuk mengirimkan barang-barang tertentu ke Myanmar.
Tindakan tersebut diambil sebagai tanggapan atas tindakan keras militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa damai yang menentang kudeta terhadap pejabat terpilih termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi, yang memenangkan pemilihan umum pada 8 November.
Polisi membubarkan demonstrasi dengan gas air mata dan tembakan di beberapa kota di seluruh negeri. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa sedikitnya 54 orang telah tewas sejak kudeta tersebut. Lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.
Presiden Joe Biden bulan lalu memberlakukan sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta pemerintah sipil, termasuk menteri pertahanan dan tiga perusahaan Myanmar di sektor batu giok dan permata.
Amerika Serikat tidak akan mengizinkan militer Myanmar untuk terus mendapatkan keuntungan dari akses ke banyak barang, kata Departemen Perdagangan AS pada Kamis.
"Pemerintah AS akan terus meminta pertanggungjawaban pelaku kudeta atas tindakan mereka." Departemen Perdagangan AS menambahkan bahwa pihaknya sedang meninjau tindakan potensial lebih lanjut.
Dikutip dari Reuters, 5 Maret 2021, kedua konglomerasi yang diidentifikasi, Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited, termasuk di antara mereka yang digunakan oleh militer untuk mengendalikan sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka, dengan berbagai barang mulai dari bir dan rokok hingga telekomunikasi, ban, pertambangan dan perumahan.
Suasana pemakaman demonstran bernama Angel atau dikenal Kyal Sin, yang tewas usai ditembak militer Myanmar saat aksi anti kudeta di Mandalay, Myanmar, 4 Maret 2021. REUTERS/Stringer
Kelompok advokasi Justice for Myanmar mengatakan pada hari Selasa, Kementerian Dalam Negeri, yang memerintahkan polisi, telah membeli teknologi dari perusahaan Amerika yang digunakan untuk pengawasan media sosial.
Yadanar Maung, juru bicara kelompok itu, memuji tindakan terbaru AS tetapi mendesak lebih banyak tekanan, termasuk tindakan serupa terhadap Kementerian Transportasi dan Komunikasi, yang katanya digunakan "sebagai alat militer dan pasukan keamanan untuk memperoleh teknologi untuk pengawasan dan penindasan."
"Tindakan yang komprehensif dan terarah, termasuk embargo senjata global, sangat penting untuk mencegah penjualan senjata dan teknologi yang akan memungkinkan militer untuk memastikan kekuasaan brutal mereka," katanya.
Tetapi langkah-langkah itu diharapkan memiliki dampak terbatas karena Amerika Serikat mengekspor sedikit barang ke Myanmar setiap tahun dan perusahaan Myanmar itu bukanlah importir utama.
Baca juga: Amerika Cegah Militer Myanmar Kosongkan Rekening Berisi 1 Miliar Dollar
"Volume perdagangannya kecil jadi dampaknya tidak akan besar," kata William Reinsch, mantan pejabat Departemen Perdagangan. "Dampak yang lebih besar adalah mengejar aset keuangan para pemimpin militer kudeta."
Reinsch mengatakan sanksi itu akan mempersulit entitas tersebut untuk mendapatkan teknologi yang akan memperkuat militer dan barang lain yang mungkin mereka inginkan.
Pemerintah AS belum menggunakan alat sanksi terberatnya terhadap konglomerat militer Myanmar, yang akan memblokir semua transaksi dengan perusahaan atau individu AS, dan pada dasarnya mengeluarkan perusahaan yang ditunjuk dari sistem perbankan AS.
REUTERS