Paus Fransiskus memimpin Misa pada Malam Natal di Basilika Santo Petrus di tengah pandemi COVID-19 di Vatikan, 24 Desember 2020. Vincenzo Pinto/Pool via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus kembali memberikan pernyataan terkait situasi kudeta Myanmar. Senin ini, ia mendesak Jenderal Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, untuk menghentikan kudeta dan membebaskan para tahanan politik seperti Penasehat Negara Aung San Suu Kyi.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Paus Fransiskus menyampaikan desakan tersebut di hadapan korps diplomat dalam pertemuan tahunannya. Di saat bersamaan, para warga Myanmar tengah menggelar unjuk rasa besar-besara di berbagai kota Myanmar mulai dari Mandalay, Yangon, hingga ibu kotanya, Naypyidaw
"Jalan menuju demokrasi yang selama ini dibngun tiba-tiba dihalangi oleh kudeta yang berlangsung sejak pekan lalu," ujar Paus Fransiskus dalam pertemuan tahunan korps diplomatik di Vatikan, Senin, 8 Februari 2021.
Paus Fransiskus melanjutkan, sulit baginya untuk tidak memikirkan situasi di Myanmar. Ia mengklaim merasakan kedekatan dengan negara tersebut yang ia kunjungi di tahun 2017. Oleh karenanya, ia berharap situasi kudeta di sana bisa segera reda.
Ribuan massa menggelar aksi unjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 7 Februari 2021. Beberapa warga telihat membawa poster Aung San Suu Kyi. REUTERS/Stringer
"Kudeta tersebut telah berujung pada penangkapan sejumlah tahanan politik yang saya harap segera dibebaskan. Hal itu bisa menjadi awal untuk memulai dialog demi kebaikan Myanmar," ujar Paus Fransiskus menegaskan.
Diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar dimulai pada Senin pekan lalu. Militer Myanmar pimpin Min Aung Hlaing merebut pemerintahan yang ada. Hal itu dimulai dengan menangkap sejumlah pejabat negara Myanmar, memberhentikan para menteri, dan membatalkan pelantikan anggota parlemen baru.
Keberadaan para tahanan politik seperti Aung San Suu Kyi masih misterius hingga sekarang. Militer Myanmar mengklaim kondisi mereka baik-baik saja. Kabar yang beredar, keduanya sempat ditahan di rumah masing-masing sebelum dipindahkan ke lokasi lain yang dirasa lebih pas.
Kudeta Myanmar itu sendiri dipicu kekalahan partai yang berafiliasi dengan militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan (USDP), dari Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD) pada pemilu tahun lalu. USDP menganggap ada kecurangan di pemilu tersebut sehingga menyakini pemerintahan yang ada sekarang tidak sah.