Evaluasi 1 Tahun Penanganan Pandemi COVID-19 Sebut Respon WHO dan Cina Lamban
Reporter
Non Koresponden
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Selasa, 19 Januari 2021 15:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga independen yang berfungsi untuk mengevaluasi penanganan pandemi, Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response, menilai buruk WHO dan Cina terkait penanganan COVID-19. Menurut mereka, dalam evaluasi tahunan, WHO dan Cina sesungguhnya bisa lebih cekatan lagi dalam merespon ancaman COVID-19 sebelum wabah meledak.
Cina, misalnya, bisa segera menerapkan pembatasan sosial ketat begitu kasus-kasus pertama COVID-19 terdeteksi. Adapun penerapan itu bisa dilakukan di Wuhan, Hubei yang diyakini sebagai ground zero (titik awal) penyebaran COVID-19.
"Hal yang jelas menurut kami adalah kebijakan pembatasan sosial bisa diterapkan dengan lebih cepat dan tegas lagi oleh Pemerintah Cina pada Januari 2020," ujar laporan evaluasi mereka, dikutip dari CNN, Selasa, 19 Januari 2021.
Apabila mengecek kembali kronologis pandemi COVID-19, kasus pertama terdeteksi di Wuhan pada 12 Desember 2019. Kala itu, dokter-dokter di Wuhan dikabarkan telah mencoba memperingatkan otoritas kesehatan Cina soal potensi pandemi yang mungkin terjadi. Namun, oleh pihak otoritas kesehatan Cina, peringatan mereka dikesampingkan.
Sesuai perkiraan para dokter di Wuhan, wabah meledak pada 29 Desember 2019. Dua hari kemudian, otoritas kesehatan Cina melaporkan kasus tersebut ke WHO, gantian memperingatkan mereka soal potensi pandemi baru. Pada 23 Januari 2020, ketika Wuhan mulai menerapkan lockdown, COVID-19 sudah menyebar hingga Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Amerika serikat.
Seperti dikatakan sebelumnya, WHO juga kena semprit oleh panel independen yang diketuai mantan PM Selandia Baru Helen Clark itu. Menurut mereka, WHO seharusnya segera membunyikan alarm peringatan ke berbagai negara begitu Cina melaporkan wabah COVID-19 di Wuhan.
WHO diketahui baru membentuk komite gawat darurat COVID-19 pada 22 Januari 2020. Setelah itu, baru pada 30 Januari 2020 mereka menyatakan situasi darurat internasional. Dengan kata lain, butuh waktu satu bulan bagi WHO untuk mengakui betapa bahayanya COVID-19.
Meski di bulan Januari WHO sudah mengakui bahaya dari COVID-19, mereka tidak menyebutnya sebagai pandemi. Baru di bulan Maret 2020 WHO menyatakannya sebagai pandemi. Ketika hal itu dilakukan, sudah ada 118 ribu kasus dan 4400 korban meninggal akibat COVID-19 di seluruh dunia.
"Masih tidak jelas kenapa komite darurat baru terbentuk dan bertemu pada pekan ketiga Januari. Tidak jelas juga kenapa tidak ditemukan kesepakatan untuk mendeklarasikan darurat internasional pada pertemuan itu."
"Meski istilah pandemi juga tidak ditegaskan dalam Regulasi Kesehatan Internasional (2005), penggunaan istilah tersebut penting untuk menggarisbawahi betapa bahayanya peristiwa (penyebaran COVID-19) ini," ujar laporan terkait menegaskan.
Dalam kesimpulannya, Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response menyatakan WHO tidak menjalankan tugasnya sesuai ekspektasi. Hal itu, menurut penilaian mereka, bisa disebabkan oleh beberapa faktor mulai dari terbatasnya wewenang yang dimiliki hingga terbatasnya sumber daya untuk mengirim tenaga ke ground zero.
"Komunitas kesehatan internasional perlu menekan tombol reset dalam menangani pandemi," ujar mereka menegaskan. Rencananya, evaluasi lengkap setahun penanganan pandemi COVID-19 akan mereka sampaikan di World Health Assembly pada Mei nanti.
Per berita ini ditulis, situasi pandemi COVID-19 di Cina kembali memburuk. Jumlah kasus baru per harinya bisa mencapai lebih dari 100 orang. Beberapa kota di sana bahkan kembali menerapkan lockdown untuk mencegah situasi yang lebih buruk pada hari raya Imlek nanti. Sementara itu, WHO, telah mengirimkan tenaga-tenaga ahlinya ke Cina untuk menyelidiki asal usul COVID-19.
Baca juga: Pandemi COVID-19 Memburuk, Cina Minta Warganya Tidak Berlibur Saat Imlek
ISTMAN MP | CNN
https://edition.cnn.com/2021/01/18/asia/who-covid-review-panel-china-intl-hnk/index.html