TEMPO.CO, Jakarta - Kembali memburuknya pandemi COVID-19 di Cina mendorong pemerintah setempat untuk mengimbau warganya tidak berlibur dulu saat Imlek nanti. Mereka khawatir perjalanan besar-besaran saat Imlek nanti malah akan memperburuk situasi yang ada.
Per berita ini ditulis, Cina mencatatkan jumlah kasus harian terbanyak dalam 10 bulan terakhir. Kemarin Kamis, tercatat ada 144 kasus baru di Cina yang tertinggi setelah 202 kasus per hari pada 1 Maret 2020 lalu. Untuk total jumlah kasus dan kematian akibat COVID-19, ada 87 ribu dan 4.635 orang.
"Sebanyak 135 kasus (dari 144) berada di kluster lokal. Sembilan puluh di antaranya berada di provinsi Hebei yang mengelilingi Beijing. Lalu, 43 kasus berada di provinsi Heilongjiang, sementara sisanya masing-masing berada di Guangxi dan Shaanxi," ujar Komisi Kesehatan Nasional Cina, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Jumat, 15 Januari 2021.
Apabila berkaca pada situasi tahun lalu, situasi pandemi COVID-19 Cina juga memburuk di periode yang sama, menjelang Imlek. Pada periode tersebut, ratusan juta warga Cina umumnya berlibur, antara pulang ke kampung halaman masing-masing atau pergi berlibur ke berbagai destinasi wisata, baik di luar maupun dalam negeri.
Petugas berpakaian APD berjaga saat anggota tim WHO menaiki bus di Bandara Internasional Wuhan Tianhe, Wuhan, provinsi Hubei, Cina, Kamis, 14 Januari 2021. REUTERS/Thomas Peter
Tahun lalu, Cina kecolongan. Ketika upaya pencegahan pandemi COVID-19 dilakukan di akhir Januari, beberapa warga Cina sudah kadung melakukan perjalanan. Alhasil, virus COVID-19 menyebar dengan cepat. Hal itu diperburuk temuan bahwa ternyata orang tanpa gejala pun juga bisa menularkan virus. Nah, Komisi Nasional Cina tidak ingin hal serupa terulang.
Agar warga menurut untuk tidak pergi berlibur dulu, Pemerintah Cina berjanji memberikan insentif. Beberapa di antaranya seperti gaji tambahan, hadiah, hiburan, serta parsel Imlek. Dikutip dari Al Jazeera, berbagai pemerintah deaerah di Cina sudah mengeluarkan edaran soal insentif tersebut, membujuk warga untuk tidak berkeliaran dulu.
Di kalangan warga, keputusan untuk bertahan atau tetap berlibur menjadi perdebatan. Terutama, untuk mereka yang ingin pulang ke rumah keluarga. Wang Zhishen, yang bekerja untuk pabrik kontainer di wilayah Dongguan (selatan Cina) berada di kubu yang condong bertahan. Ia khawatir menulari keluarganya jika tetap pulang.
"Bagaimana jika saya sial dan malah tertular ketika dalam perjalanan pulang? Keluarga saya akan sakit semua. Andai pabrik saya tetap beroperasi, saya akan mantap bertahan di Dongguan. Pulang terlalu beresiko," ujarnya.
Berbeda dengan Zhishen, Wang yang bekerja sebagai pegawai konstruksi di Beijing memilih nekat pulang ke keluarganya di Shandong. Menurutnya, lebih baik menghabiskan waktu dengan keluarga dibanding sendirian saat lockdown.
"Tidak ada jalan lain. Saya harus pulang ke sana seblum lockdown COVID-19 diberlakukan. Saya punya keluarga menunggu," ujarnya.
Baca juga: Cina Lockdown Kota Berpenduduk 11 Juta Orang karena Lonjakan Kasus Covid-19
ISTMAN MP | AL JAZEERA