Merugikan Ekonomi, PM Irak Minta Unjuk Rasa Dihentikan
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Senin, 4 November 2019 13:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi pada Minggu sore, 3 November 2019, memohon kepada seluruh demonstran agar ikut membantu memulihkan kehidupan di Negara 1001 malam itu kembali ke normal. Sebab kerusuhan hanya akan merugikan negara hingga miliar dollar.
Dalam pernyataannya, Abdul Mahdi mengatakan unjuk rasa yang mengejutkan system politik sudah mencapai tujuannya dan sekarang ini dampaknya terhadap perdagangan serta aktivitas ekonomi harus dihentikan.
“Ancaman kepentingan minyak dan penutupan jalan hanya membuat pelabuhan-pelabuhan Irak mengalami kerugian miliaran dollar. Kerusuhan hanya mendorong naiknya harga-harga barang,” kata Perdana Menteri Abdul Mahdi, seperti dikutip dari reuters.com, Senin, 4 November 2019.
Irak mengalami gelombang unjuk rasa sejak awal Oktober 2019. Sampai Minggu, 3 November 2019, sudah lebih dari 250 orang tewas dalam aksi protes yang berpusat di Ibu Kota Bagdad dan wilayah selatan Irak. Aksi protes itu dipicu oleh krisis ekonomi dan korupsi.
Sejak Rabu, 30 Oktober 2019, pelabuhan utama Irak di teluk, Umm Qasr yang terletak di dekat kota Basra, lumpuh. Pelabuhan itu tempat menerima segala impor Irak seperti biji-bijian, minyak goreng dan gula.
Ribuan pengunjuk rasa memblokade seluruh jalan menuju ke pelabuhan. Kepolisian Irak pada Sabtu, 2 November 2019, melepaskan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan demonstran dan memaksa mereka agar mau membuka jalan menuju bandara. Namun upaya itu gagal mengusir para demonstran.
Unjuk rasa di Irak meletup dua tahun pasca-negara itu dalam kondisi stabil. Kendati Irak adalah negara yang kaya akan minyak, namun banyak masyarakat negara itu hidup dalam kemiskinan dengan terbatasnya akses ke air bersih, listrik, perawatan kesehatan atau pendidikan.