Bikin Daftar Hitam 10 Ribu Artis, Eks Menteri Korea Selatan Dibui
Reporter
Terjemahan
Editor
Sita Planasari
Selasa, 23 Januari 2018 12:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan banding Korea Selatan hari ini memvonis mantan Menteri Kebudayaan, Cho Yoon-sun, dua tahun penjara karena perannya dalam membuat daftar hitam, yang berisi 10 ribu nama seniman.
Seperti dilansir Channel NewsAsia, Selasa, 23 Januari 2018, ribuan seniman itu masuk daftar hitam karena dinilai kritis terhadap pemerintahan Presiden Park Geun-hye. Park telah dimakzulkan akibat tuduhan penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Putusan banding ini merupakan permintaan jaksa yang kecewa atas putusan pengadilan sebelumnya. Cho awalnya hanya diberi hukuman percobaan dengan dakwaan ringan sehingga bisa melenggang bebas pada Juli lalu.
Sebelum menjadi Menteri Kebudayaan pada 2016, Cho adalah penasihat kebijakan untuk Park. Pengadilan mengatakan masuk akal untuk mempercayai bahwa dia telah berkolaborasi dalam upaya menghentikan dukungan negara untuk seniman tertentu.
Baca juga: Diperiksa Kejaksaan Korea Selatan, Park Geun-hye Minta Maaf
Cho, yang sejatinya bebas dengan jaminan, langsung ditangkap di ruang sidang.
Daftar hitam, yang muncul pada 2016, ditujukan untuk seniman sehingga tidak memperoleh subsidi negara dan dana swasta. Daftar ini juga menempatkan ribuan seniman di bawah pengawasan negara.
Para seniman yang masuk daftar ini biasanya banyak menyuarakan dukungan untuk partai oposisi atau mengkritik Park dan kebijakannya, bahkan mengkritik ayah Park, mendiang Park Chung-hee.
Seniman yang masuk daftar sangat beragam, termasuk artis film, teater, tari, musik, seni rupa, dan sastra.
Dua seniman terkenal Korea Selatan yang masuk daftar ini antara lain novelis Han Kang, pemenang Man Booker International Prize 2016, dan sutradara Park Chan-wook, yang filmnya bertajuk Oldboy meraih penghargaan tertinggi Grand Prix di Cannes pada 2004.
Park Geun-hye dipecat tahun lalu karena skandal korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang mengguncang Korea Selatan. Hingga saat ini, perempuan pertama yang menjadi presiden di Negeri Ginseng itu masih diadili.