Facebook,Twitter,Google Disemprot Senat Amerika terkait Rusia
Reporter
Yon Yoseph
Editor
Budi Riza
Kamis, 2 November 2017 17:38 WIB
TEMPO.CO, Washington - Kongres Amerika Serikat telah menyalahkan tiga perusahaan teknologi terkait keterlibatan Rusia dalam mempengaruhi hasil pemilu Presiden 2016.
Facebook, Google dan Twitter pada Rabu, 1 November 2017, datang ke Capitol Hill untuk berdebat bahwa mereka siap untuk melawan balik momok berita palsu (hoax) dan berita yang misinformasi Rusia telah mempengaruhi pemilihan presiden Amerika 2016.
Baca: Pertama Kali 3 Kapal Induk Amerika Berkumpul Dekat Korea Utara
"Anda menunjukkan kurangnya sumber daya, komitmen dan kurangnya usaha yang tulus," kata Senator Mark Warner, seorang Demokrat dari Virginia, seperti yang dilansir CNET pada Rabu, 1 November 2017.
Baca: Presiden Amerika Serikat Tak Kunjungi Zona Demiliterisasi Korea
Edgett, di samping Penasihat Umum Facebook, Colin Stretch, dan Penasihat Umum Google, Kent Walker, menghadapi pertanyaan hebat dari wakil rakyat di Capitol Hill pada Rabu. Ini merupakan hari kedua sesi dengar pendapat untuk melihat bagaimana perusahaan besar semacam itu dapat membiarkan operator Rusia menggunakan platform mereka secara efektif dalam menyebarkan berita palsu kebencian.
Audiensi itu, di mana beberapa senator mengungkapkan rasa frustrasinya dengan kurangnya jawaban, merupakan tahapan terakhir dalam penyelidikan tingkat tinggi mengenai pengaruh Rusia atas pemilihan AS.
Kongres ingin meminta pertanggungjawaban Silicon Valley atas perannya ini. Yang menjadi masalah dalam keseluruhan penyelidikan adalah seberapa besar pemerintah Rusia telah berusaha mempengaruhi pemilih dan apakah Presiden Donald Trump atau siapa pun yang bekerja untuknya terlibat secara sadar. Trump berulang kali membantah keterlibatannya.
Penyelidikan Komite Kehakiman Senat juga menginterogasi perusahaan, yang mengungkapkan bahwa jangkauan kampanye Rusia lebih buruk daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Ditemukan data sekitar 126 juta orang dapat melihat posting palsu di Facebook, sementara Twitter mengkonfirmasi bahwa ada lebih dari 2.700 akun yang terkait dengan Internet Research Agency, sebuah peternakan troll yang didukung Rusia.
Secara keseluruhan, troll ini telah menyebarkan propaganda dan berita palsu yang mengumpulkan lebih dari 414 juta tayangan di Facebook dan Twitter.
Bagian dari tujuan sidang komite ini adalah untuk mengukur apakah peraturan diperlukan untuk mencegah manipulasi informasi semacam ini.
Meski begitu, legislator pun merenungkan efektifitas undang-undang baru dalam kasus ini.
Eksekutif dari Facebook dan Twitter mengakui bahwa mereka mulai melihat gangguan Rusia pada platform mereka pada awal 2015. Senator Ron Wyden, seorang Demokrat dari Oregon, mengungkapkan rasa frustrasinya dengan usaha perusahaan sejauh ini.
"Dalam pemilihan terakhir, Anda gagal," kata Wyden. "Anda perlu berhenti melakukan lip service untuk mematikan pelaku buruk yang menjalankan akun ini ... Kongres telah memberi Anda perlindungan hukum untuk benar-benar bertindak dan menangani hal ini."
Dia bertanya kepada perusahaan apakah mereka puas dengan tanggapan mereka untuk mengatasi masalah campur tangan asing. Ketiganya menjawab tidak, dan mereka mengakui bahwa mereka harus berbuat lebih baik.
Sebagai upaya untuk kemarahan para senator, perusahaan-perusahaan tersebut mencatat cara mereka memperbaiki situasi.
Google mengatakan bahwa perusahaan tersebut membuat arsip iklan agar memungkinkan untuk melihat siapa yang mensponsori iklan, bersama dengan langkah verifikasi yang disempurnakan untuk iklan. Google juga berupaya memerangi "berita palsu" dengan algoritma baru untuk mencari posting palsu, iklan dan berita palsu.
Untuk bagiannya, Twitter telah membentuk tim perbaikan kualitas informasi untuk membantu menghentikan aktor jahat agar tidak melakukan tweeting secara otomatis untuk mengatasi kesalahan informasi.
Sementara Facebook mengulangi bahwa perusahaan telah menambahkan 10.000 staf baru di Amerika Serikat untuk memastikan keamanan dan keselamatan. Dan mengatakan bahwa perusahaan akan lebih transparan mengenai siapa yang membayar dan mengirim iklan jabatan politik.
CNET