Seorang petugas menunjukan beras yang akan diberikan oleh warga West Point pada hari kedua karantina yang dilakukan oleh pemerintah di wilayah kumuh itu karena virus ebola di Monrovia, Liberia (21/8). Pemerintah mengirimkan beras, kacang dan minyak gorang untuk warga yang dikarantina. John Moore/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Wabah ebola yang semakin parah mulai melemahkan pergerakan ekonomi di negara Afrika Barat, terutama Sierra Leone dan Liberia. Bahkan, menurut laporan dari Bank Pembangunan Daerah Afrika (AfDB), sejumlah pengusaha asing mulai meninggalkan negara itu karena alasan keamanan.
Kepala AfDB Donald Kaberuka mengatakan keuntungan produk domestik mulai mengalami penurunan hingga empat persen di Sierra Leone tahun ini. Secara umum pertumbuhan ekonomi di negara itu menurun hingga 30 persen. Pertumbuhan proyek di Liberia juga mengalami penurunan yang signifikan. (Baca: Ebola Mulai Ganggu Produksi Pertanian Afrika)
"Pendapatan dan devisa ikut menurun. Tidak ada pergerakan pasar di negara itu. Banyak penerbangan dan proyek pembangunan yang dibatalkan. Ebola jelas sangat merusak pertumbuhan negara," kata Kaberuka, seperti dilaporkan Reuters, Selasa, 26 Agustus 2014. (Baca: Inggris Siapkan Bantuan Rp 126 Miliar untuk Ebola)
Wakil Menteri Sumber Daya Mineral di Sierra Leone, Abdul Ignosis Koroma, melaporkan telah kehilangan target ekspor sebesar US$ 200 juta untuk berlian tahun ini. Padahal, Sierra Leone berhasil mengekspor hingga US$ 186 juta untuk berlian tahun lalu. (Baca: Waspada Ebola, Ribuan Turis Asia Batal ke Afrika)
Dengan krisis tersebut, AfDb berencana memberikan bantuan sebesar US$ 60 juta untuk melatih tenaga medis dan obat-obatan untuk melawan ebola. Adapun dana sebesar US$ 15 juta akan digunakan untuk perbaikan di bidang pendidikan dan pertanian pada September nanti.