Presiden Brazil Dilma Rousseff. REUTERS/Claudio Reyes
TEMPO.CO, Brasilia - Aksi demo saat ajang Piala Dunia 2014 berlangsung merupakan teguran dari masyarakat kepada pemerintah. Mereka kesel karena pemerintah bisa mengeluarkan dana sekitar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 130 triliun untuk membangun stadion dan persiapan lainnya, tapi tidak untuk mensejahterakan masyarakat. (Baca: Warga Brasil Demo Piala Dunia 2014)
Aksi protes ini juga mengacu pada Presiden Brasil Dilma Rousseff. Para pendemo memprotes kepemimpinan Rousseff yang tidak memperbaiki ekonomi dan kemiskinan di Brasil. Namun Rousseff mengatakan ia sama sekali tidak akan takut menerima hinaan dari ribuan warga Brasil.
"Hinaan tidak akan mengintimidasi saya. Saya juga tidak akan takut. (Kritik) ini tidak akan melemahkan saya," ujarnya dalam pidato peresmian sistem transit bus di Kota Brasilia, seperti dilaporkan Reuters, Jumat, 13 Juni 2014.
Rousseff juga menuturkan "agresi verbal" bukanlah apa-apa bila dibanding kekerasan fisik yang dialami saat ia disiksa oleh kediktatoran militer Brasil empat dekade lalu. (Baca: Jelang Piala Dunia, Aksi Demo Belum Juga Usai)
Untuk menghindari "rasa malu", Rousseff juga tidak berbicara pada pembukaan Piala Dunia. Namun, saat Presiden FIFA Sepp Blatter mengucapkan namanya, ribuan penonton mulai mencemooh dan mengeluarkan kata-kata kotor kepada Rousseff.
"Saya tidak akan membiarkan amarah menguasai diri saya dengan penghinaan yang bahkan tidak pantas didengar oleh anak-anak," kata Rousseff.
Hingga saat ini, protes anti-Piala Dunia masih terlihat di jalan-jalan Kota Brasil. Namun pejabat menjelaskan bahwa jumlahnya menurun bila dibanding pada bulan sebelumnya.
Sedangkan sebagian warga Brasil lebih tertarik tinggal di rumah untuk menonton pertandingan. Biar bagaimanapun, mereka tetap ingin menyaksikan Brasil kembali memenangi Piala Dunia untuk keenam kalinya. (Baca: 3 Pemain Kunci Laga Perdana Brasil-Kroasia)
Polisi Brasil Mogok, Kota Ini Dijarah dan Dikuasai Gengster
7 Februari 2017
Polisi Brasil Mogok, Kota Ini Dijarah dan Dikuasai Gengster
Kekacauan hebat terjadi di Espirito Santo, Brasil, dipicu oleh polisi mogok memprotes tidak naiknya gaji mereka. Toko-toko dijarah dan dikuasai gangster.