Massa Pro-Rusia melambaikan bendera nasional Rusia dan Crimea di atas tank tentara Soviet kuno saat melakukan demo di depan bangunan pemerintahan di daerah di Simferopol, Crimea, Ukraina (27/2). Polisi dan tentara mulai disiapkan untuk mengantisipasi kerusuhan dari massa Pro-Rusia menanggapi perkembangan krisis politik di Ukraina. (AP Photo/Darko Vojinovic)
TEMPO.CO, Jakarta - Lima pejabat tinggi militer Krimea bersumpah setia untuk wilayah otonomi tersebut. Mereka yang diambil sumpahnya itu adalah Kepala Penanganan Keamanan Krimea Petyor Zima, Kepala Departemen Dalam Negeri Sergey Abisov, Kepala Penanganan Situasi Darurat Sergei Sharkov, Kepala Penjaga Perbatasan Victor Melnichenko. Sebelumnya, Laksamana Angkatan Laut Dennis Berezovsky telah bersumpah untuk menjaga wilayah itu.
"Hari ini akan dicatat sebagai hari lahirnya hukum di sebuah wilayah otonomi baru," kata Perdana Menteri Krimea, Sergey Aksyonov, seperti yang dilansir Russia Today.com, Senin, 3 Maret 2014. Sergey menyatakan warganya dapat melindungi diri dan kebebasan mereka sendiri.
Krimea adalah wilayah selatan Ukraina yang menyatakan diri menyempal dari Ukraina setelah aksi demo menurunkan sang presiden. Mereka mendesak pemerintah daerah untuk tak mematuhi aturan pusat. Penduduk lokal Krimea tersebut menyerukan penolakan terhadap pemerintahan pusat yang berujung terjadinya konflik di Krimea.
Aksyonov mengatakan hampir semua lembaga penegak hukum menyatakan tunduk pada Dewan Tertinggi Krimea. "Dan pekerjaan itu akan kita selesaikan malam ini, detik ini," ujar Aksyonov kepada parlemen.
Dia juga menyatakan pembentukan departemen pertahanan sesegera mungkin. Secara prinsip, ujarnya, ketertiban dan kedamaian akan tercipta dengan adanya lembaga tersebut.
Upacara pengambilan sumpah setia kelima perwira tinggi tersebut diadakan di aula kantor perdana menteri. Kelimanya diambil sumpah di hadapan pemerintah dan pimpinan dari berbagai wilayah di Krimea.
Dalam sumpahnya, para perwira tinggi tersebut berjanji untuk menghormati dan dengan ketat mengamankan konstitusi republik otonomi yang baru dideklarasikan itu. "Kami juga berjanji untuk menjaga perdamaian antaretnis dan perdamaian sipil," ucap kelimanya.
Protes warga Krimea dimulai sejak pemerintah memberlakukan aturan penggunaan bahasa lain selain bahasa Rusia untuk dokumen resmi di Ukraina. Padahal, lebih dari setengah warga Krimea hanya dapat menggunakan bahasa Rusia untuk melakukan komunikasi. Karena merasa terancam itulah ribuan orang di seluruh timur dan selatan Ukraina membanjiri jalan di kota-kota besar.