Pasukan keamanan Mesir menangkap seorang pendukung Mohammed Morsi yang terluka (tengah) dalam bentrokan yang terjadi di Kairo, Mesir, Minggu (6/10). Kepolisian Mesir melepaskan tembakan ke udara dan menembakkan gas air mata untuk memaksa mundur pendukung pro-Morsi yang melakukan long march menuju Tahrir. AP/Hassan Ammar
TEMPO.CO, Kairo - Pendukung Al-Ikhwan al-Muslimun bentrok dengan polisi Mesir di Al-Azhar University, Kairo, dan di dua kota lain seusai salat Jumat, 27 Desember 2013. Ketegangan terjadi setelah pemerintah menyatakan Al-Ikhwan sebagai organisasi teroris.
Demonstran menggelar aksi protes dengan berjalan kaki. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi sementara demonstran melemparkan batu. Kota lain yang diwarnai bentrokan adalah Ismailia, Terusan Suez, dan Damietta, Sungai Nil. Tembakan terdengar di Ismailia. "Di pinggiran Kota Nasr, demonstran pria membalas tembakan polisi dengan senapan angin," kata seorang saksi mata kepada Reuters, Jumat, 27 Desember 2013.
Sebelumnya, polisi Mesir telah menangkap puluhan pendukung Al-Ikhwan al-Muslimun sebelum salat Jumat di Kairo. Langkah itu diambil pemerintah untuk mengantisipasi protes lebih lanjut dari gerakan Islam.
Sumber-sumber keamanan mengatakan 32 pendukung Al-Ikhwan telah ditangkap sejak Rabu. Pasukan keamanan ditempatkan di seluruh wilayah Ibu Kota. Para pejabat telah mengeluarkan peringatan babak baru yang lebih keras terhadap siapa pun yang mengambil bagian dalam protes untuk mendukung gerakan Islam. Mereka akan dihukum berdasarkan undang-undang terorisme, yaitu minimal lima tahun penjara.
Beberapa analis memperingatkan tindakan keras itu akan memicu lebih banyak kekerasan di negara itu. Deklarasi terhadap Al-Ikhwan datang setelah pemerintah menuduh kelompok tersebut melakukan serangan bunuh diri yang menewaskan 16 orang di kantor polisi di Sungai Nil pada Selasa lalu.